Saturday, October 30, 2010

Peran Terapi Hiperbarik Oksigen pada Tuli Mendadak

PENDAHULUAN
Penggunaan terapi hiperbarik oksigen (HBO) meningkat diberbagai bidang klinis sehingga pemahaman tentang mekanisme terapi HBO perlu diperdalam.1
Terapi hiperbarik oksigen didefinisikan oleh Undersea and Hyperbaric Medical Society (UHMS) sebagai pengobatan dengan cara pasien bernapas menghirup oksigen 100% secara intermiten dalam suatu ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) lebih dari tekanan atmosfir. Tekanan udara yang diberikan memberi efek secara sistemik dalam ruang monoplace chamber atau multiplace chamber.1,2,3
Terapi hiperbarik sendiri merupakan salah satu modalitas terapi yang digunakan untuk penanganan kasus tuli mendadak. Hal ini telah diperkuat penggunaanya untuk tuli mendadak pada konferensi European Consensus on Hyperbaric Medicine yang ke tujuh di Lille tahun 2004, meskipun demikian masih dibutuhkan adanya penelitian lebih lanjut.4
Tuli mendadak merupakan tuli secara tiba- tiba bersifat sensorineural dengan penyebab yang belum diketahui dan penurunan pendengaran 30 db atau lebih, terjadi paling sedikit tiga frekuensi audimetri yang berlangsung kurang dari tiga hari.5,6
Angka kejadian tuli mendadak diperkirakan 5-20 orang per 100 000 penduduk, dengan 400 kasus baru setiap tahunya di Amerika serikat.5 Terdapat 127 kasus tuli mendadak di poli audiologi THT-KL RSUD Dr.Soetomo periode tahun 2005 sampai dengan 2009.7 Tuli mendadak mendapat terapi HBO sebesar 179 kasus pada periode tahun 2005 sampai dengan 2009 di Lakesla Dinas Kesehatan Angkatan Laut Surabaya. 8
Pada penulisan ini ditujukan untuk mengatahui peran terapi hiperbarik oksigen pada tuli mendadak dengan mengenal lebih jauh tentang terapi ini.

1. Tuli Mendadak
1.1 Etiopatofisiologi Tuli Mendadak
Kehilangan pendengaran pada tuli mendadak selalu dihubungkan dengan kerusakan koklea namun hanya 20 % kasus penyebab utamanya diketahui sedang 80% kasus lainya penyebab utamanya tidak diketahui.9
Terdapat empat teori utama yang menyebabkan terjadinya tuli mendadak yaitu kelainan vaskular, virus, ruptur tingkap bundar dan gangguan autoimun.9
Kelainan vaskular merupakan penyebab utama yang banyak dianut. Terdapatnya trombosis atau emboli pada arteri labirintin dapat mengakibatkan ketulian telinga dalam. Pada kasus dengan kekentalan sel darah merah dan lambatnya aliran darah dapat juga menyebabkan berkurangnya tekanan parsial oksigen pada telinga dalam, mengakibatkan sel sensori tidak berfungsi namun demikian kematian sel tidak akan terjadi sampai pada tekanan parsial oksigen berada pada titik kritis.5,9
Berbagai macam infeksi virus (mumps, virus sitomegal, rubeola, varisela) dapat menyebabkan tuli mendadak. Viremia menyebabkan gangguan sirkulasi dan mengakibatkan edema pada intima pembuluh darah telinga dalam. Beberapa peneliti juga menghubungkan kejadian tuli mendadak dengan adanya virus aktif pada infeksi saluran napas atas.5,9
Ruptur tingkap bundar, membran intrakoklea merupakan membran tipis yang memisahkan telinga dalam dan telinga tengah serta memisahkan ruangan endolimfe dan perilimfe koklea. Robeknya membran intrakoklea secara mendadak telah diyakini sebagai penyebab tuli mendadak. Hal ini diduga karena perubahan tekanan intra labirin yang mendadak akibat aktivitas fisik, manuver valsava, meniup hidung dan sebagainya. 5,9
Gangguan autoimun, inflamasi koklea juga dapat diakibatkan oleh autoimun sekunder seperti sindrom Cogan, Lupus, dan lain lain. Walaupun masih menjadi perdebatan mengenai hal ini namun diyakini gangguan autoimun mengakibatkan berkurangnya penghantaran oksigen ke organ Corti.5,9

1.2 Modalitas Terapi pada Tuli Mendadak
Penyembuhan spontan pada tuli mendadak sekitar 32-70% yang berefek pada efektifitas terapi sehingga penanganan lebih lanjut pada penyakit ini masih menjadi perdebatan.5
Penanganan lain yang telah ditemukan selain anti viral spesifik adalah hemodilusi dan vasoaktif ( inhalasi karbogen, ginkobiloba) dan terapi HBO.5,10
Pengunaan steroid pada koklea untuk mengatasi inflamasi yang menyertai tuli mendadak. Dosis dan durasi pemberian steroid pada Sirraj Hospital adalah prednison 1mg/kg berat badan, 7-14 hari. Periode emas penanganan adalah sampai dua minggu setelah mengalami tuli mendadak. Penggunaan steroid sistemik lebih banyak diterima pada beberapa pusat akademik..5
Anti virus oral seperti asiklovir telah dilaporkan penggunaanya, namun belum memperlihatkan keuntungan yang bermanfaat terhadap tuli mendadak.5
Beberapa penelitian tentang kasus tuli mendadak yang mendapat terapi HBO membuktikan adanya peningkatan oksigenasi perilimf, namun masih harus pembuktian lebih lanjut dengan penelitian lain, begitupula inhalasi karbogen (95% oksigen + 5% karbondioksida), vasoaktif (pentoksifilin, dekstran, ginkobiloba,) memperlihatkan hasil yang baik pada penanganan tuli mendadak.5
Adanya Reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan oleh trauma bising dan iskemik koklea termasuk ototoksik menghancurkan struktur koklea yang dapat diatasi dengan antioksidan. Pada penelitian lain diungkapkan bahwa pemberian kortikosteroid mempunyai efek terapi pada spiral ganglion koklea berupa peningkatan antioksidan glutation, sesudah pemberian steroid juga ditemukannya reseptor glukokortikoid secara luas pada jaringan dinding lateral ,organ Corti, spiral limbus, spiral ligamen dan spiral ganglion, terbanyak di spiral ligamen. Tampaknya kortikosteroid mempunyai kapabilitas untuk penanganan tuli mendadak.5
Steroid intratimpani telah dikemukakan oleh Silverstein et al yaitu membandingkan konsentrasi hidrokortison, deksametason, metilprednisolon pada cairan telinga dalam hewan coba setelah pemberian secara oral, intravena, intratimpani. Parnes et al menemukan adanya konsentrasi tinggi kortikosteroid pada cairan koklea setelah pemberian steroid intratimpani.5
Metilprednisolon mencapai konsentrasi tertinggi dan berada pada cairan endolimf dalam waktu yang lebih lama dibanding steroid lainnya. Sehingga terapi metilprednisolon menjadi pilihan utama pada penggunaan injeksi steroid intratimpani, namun negara berkembang lebih suka menggunakan deksametason karena lebih murah dan mudah ditemukan.5

2. Terapi Hiperbarik Oksigen
2.1 Sejarah Terapi Hiperbarik Oksigen
Sejak tahun 1662 dokter Henshaw (Inggris) menciptakan Domicilium, suatu prototip ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) untuk meneliti kegunaan tekanan tinggi pada penyembuhan beberapa penyakit. Pada tahun 1771 Joseph Prisestrley menemukan oksigen dan tahun 1780 Thomas Beddoes menggabungkan keduanya dengan menyatakan bahwa pernapasan dengan udara yang kaya oksigen dapat menyembuhkan berbagai penyakit, kemudian bekerja sama dengan James Watt penemu mesin uap untuk merancang suatu RUBT.4,11,12
Tahun 1830 di Perancis mulai menggunakan Caisson untuk membuat terowongan- terowongan bawah air dan berakibat dikeluhkan berbagai macam gejala yang kemudian dikenal dengan bends disease. Beberapa waktu kemudian dilaporkan sukses besar tentang pengobatan bends disease dengan RUBT.4,11,12
Pada tahun 1837 Pravas ( Perancis) membuat RUBT dengan kapasitas 12 orang dan menuliskan hasil- hasil RUBT dalam Bulletin of Academic of Medicine (Paris). Tahun 1860 dibuat RUBT pertama di benua Amerika. Tahun 1870 Fontaine membuat RUBT beroda yang dapat ditarik kemana- mana dan didalamnya ia melakukan tindakan pembedahan. Tahun 1918 J. Cunningham di Kansas City berhasil menolong pasien dengan influensa berat juga menggunakan RUBT untuk terapi penyakit paru- paru menahun, sipilis, hipertensi, artritis, penyakit jantung, demam rematik akut dan penyakit kencing manis.4,11,12
Tahun 1937, U.S. Navy melakukan percobaan menangani penyakit dekompresi dengan terapi HBO dan protokol penanganan penyakit ini tetap digunakan sampai sekarang. 4,11,12
Tahun 1958, Ite Boerema yang kemudian dikenal sebagai bapak RUBT membuktikan kemampuan plasma darah dalam mengangkut oksigen selama di dalam RUBT. Tahun berikutnya ia melaporkan sukses besar dalam terapi gas ganggren dengan RUBT.4,11,12
Terapi hiperbarik oksigen pertama kali digunakan untuk menangani tuli mendadak pada akhir tahun 1960 oleh pekerja Perancis dan Jerman.13

2.2 Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT)
RUBT merupakan suatu tabung yang terbuat dari plat baja atau alluminium alloy ,dibuat sedemikian sehingga mampu diisi udara tekan mulai dari 1 atmosfir absolut (ATA) sampai beberapa ATA tergantung jenis dan penggunaanya.14
2.2.1 Jenis RUBT
Jenis RUBT dibagi berdasarkan daya tampung pasien serta kekuatan tekanan yang dapat diberikan, sebagai berikut:
1. Large multiple compartment chamber ; dipakai dalam pengobatan, mampu diisi tekanan lebih dari 5 ATA
2. Large multiple compartment for treatment ; dipakai dalam pengobatan, mampu diisi tekanan 2- 4 ATA, mampu menampung beberapa orang
3. Portable high pressure multiple chamber ; dapat dipindahkan,dipakai untuk pengobatan untuk penyelam, memuat lebih dari seorang
4. Portable one man high or low pressure chamber (monoplace chamber) ; pengobatan untuk satu orang.14
Terapi hiperbarik oksigen menggunakan ruangan monoplace, bila hanya satu pasien yang akan diberi oksigen 100%. RUBT monoplace chamber digunakan untuk menangani pasien dengan kondisi stabil pada penyakit- penyakit kronik. RUBT dengan multiple chamber digunakan untuk menangani pasien yang lebih dari satu atau pada pasien dengan kondisi kritis yang membutuhkan pendamping ketika pengobatan ini (gambar 1). Ruangan ini diberi tekanan udara sambil pasien menghirup oksigen 100% dengan menggunakan masker oksigen. Petugas terapi akan mengatur kontrol panel dan monitor pasien selama pengobatan.2,3,14


Gambar 1. Multiplace chamber3

2.2.2 Komponen RUBT 2,3,14,15
Komponen RUBT pada umumnya sama untuk berbagai jenis RUBT yaitu:
1. Pintu
Pintu RUBT dalam keadaan tertutup mampu menahan tekanan yang besar, baik dari satu sisi maupun dua sisi, sekeliliing pintu diberi lapisan karet agar kedap udara.
2. Jendela
Untuk mengamati kegiatan di dalam RUBT, pada dindingnya dipasang semacam jendela permanen yang ditutup dengan kaca tebal dari bahan acrylic atau gelas mineral yang tidak mudah pecah bila mendapat tekanan.
3. Ventilasi
Tanpa ventilasi dapat menyebabkan kadar CO2 didalam RUBT bertambah, untuk mengatasinya pada RUBT ditambah CO2 absorben untuk menyerap kelebihan O2 dari ekspirasi
4. Penyinaran
Sinar alami yang masuk kedalam RUBT tidak mencukupi untuk penerangan di dalamnya sehingga diberi sinar tambahan dengan tegangan rendah
5. Pendingin dan pemanas
Jika tekanan RUBT dinaikan, suhu dalam RUBT juga akan naik sebaliknya bila tekanan udara dikurangi maka suhu udara akan turun sehingga RUBT dilengkapi pendingin dan pemanas ruangan
6. Pengatur kelembapan udara
Kelembapan udara diatur dengan menempatkan absorben seperti jeli silika sebagai penyerap uap air
7. Peredam suara
Untuk mengurangi kebisingan saat kompresi digunakan peredam suara yang dapat mengurangi kebisingan hingga dibawah 50 db
8. Komunikasi
Komunikasi diusahan dengan voltase rendah atau sound powred telephone
9. Kamera televisi
Agar kegiatan pengawasan di dalam RUBT dapat dilakukan dengan baik dapat dipasang televisi
RUBT dapat berfungsi apabila diisi dengan udara tekan. Penghasil udara tekan berupa kompresor sebagai sumber utamanya.2,3,14,16


2.3 Dasar Biofisika Terapi Hiperbarik Oksigen
Pengaruh terapi hiperbarik oksigen didasarkan pada postulat tentang gas dan efek fisiologi serta biokimia dari hiperoksia.1,17
Postulat Boyle menyatakan bahwa volume suatu gas berbanding terbalik dengan tekanannya pada temperatur tetap. Hal ini menjadi dasar berbagai aspek terapi hiperbarik termasuk sedikit peningkatan suhu RUBT selama pengobatan dan adanya fenomena rasa tertekan di telinga terjadi bila adanya sumbatan pada tuba Euctachius yang dapat dicegah dengan ekualisasi untuk menyamakan tekanan, pada pasien yang tidak bisa ekualisasi dapat dilakukan timpanostomi.1,18,19
Postulat Dalton mengatakan bahwa tekanan suatu campuran gas sama dengan jumlah tekanan parsial masing- masing gas.1,18,19
Postulat Henry menyatakan bahwa banyaknya gas yang larut dalam cairan berbanding lurus dengan tekanan gas tersebut pada temperatur tetap. Hal ini mendasari adanya peningkatan oksigen di jaringan selama terapi hiperbarik oksigen.1,18,19
Hampir semua oksigen yang beredar dalam darah terikat dengan hemoglobin yang mengalami saturasi 97% pada tekanan atmosfir. Oksigen yang terlarut akan meningkat pada tekanan, sesuai dengan postulat Hendry selanjutnya memaksimalkan oksigenasi jaringan. Ketika bernapas pada tekanan 1 ATA tekanan oksigen arteri 100 mmHg dan tekanan oksigen jaringan 55 mmHg namun demikian pada keadaan 100% oksigen di 3 ATA dapat meningkatkan tekanan oksigen arteri mencapai 2000 mmHg dan tekanan oksigen jaringan sekitar 500 mmHg mengakibatkan pengangkutan 60 ml oksigen/ liter darah (bandingkan dengan 3 ml/l darah pada tekanan atmosfir biasa) sehingga memberikan kecukupan untuk mendukung sisa jaringan tanpa kontribusi dari hemoglobin. Oksigen yang terlarut dapat mencapai daerah yang tidak dapat dijangkau oleh sel darah merah dan dapat memberikan oksigenasi pada jaringan walaupun tidak berfungsinya pengangkut oksigen hemoglobin seperti pada keracunan karbon monoksida dan anemia yang berat.1
Keadaan hiperoksia jaringan normal pada terapi hiperbarik oksigen dapat mengakibatkan vasokonstriksi tetapi dikompensasi dengan peningkatan oksigen plasma dan adanya mikrovaskular. Terapi hiperbarik oksigen juga menurunkan akumulasi laktat pada jaringan iskemik.1

2.4 Peran Terapi Hiperbarik Oksigen pada Tuli Mendadak
Terapi hiperbarik oksigen telah digunakan sejak tahun 1960 untuk menangani tuli mendadak berdasarkan pemikiran bahwa kehilangan pendengaran pada tuli mendadak karena adanya hipoksia pada koklea dan terapi hiperbarik oksigen dapat mengembalikan kekurangan oksigen tersebut.9,10,13
2.4.1 Mekanisme Hiperbarik Oksigen pada Tuli Mendadak
Aktifitas koklea tergantung dari suplai energi yang dibentuk oleh metabolisme oksigen. Stria vaskularis dan organ Corti dengan aktifitas metabolisme yang tinggi membutuhkan konsumsi oksigen yang sangat besar.9
Berdasarkan penelitian, tekanan oksigen pada perilimf menurun secara signifikan pada pasien dengan tuli mendadak. Tindak lanjut dari keadaan ini adalah rusaknya neuroepitelium sensori karena adanya anoksia sehingga suplai oksigen merupakan kunci utama terjadinya disfungsi pada telinga dalam.9
Rasionalitas terapi tuli mendadak tidak hanya didasarkan pada pengaruh HBO secara umum seperti peningkatan kelarutan oksigen yang masif, vasokontriksi yang dapat mengurangi edema, memperbaiki aliran darah dan sel darah tetapi juga karena efek lokal dari terapi ini.9
Koklea sangat dipengaruhi oleh dua mekanisme metabolisme yaitu oksidatif aerobik pada stria vaskularis dan glikolitik anaerobik pada organ Corti. HBO mempunyai dua efek yaitu membangkitkan kembali metabolisme oksidatif pada stria vaskularis serta melindungi sel neurosensori yang telah menjadi lambat sedang HBO dapat memulihkan energi metabolisme secara fisiologi.9
Untuk oksigenasi telinga dalam, HBO berperan meningkatkan potensial transmembran dan sintesis adenosine triphosphate (ATP) serta aktifitas metabolisme sel dan pompa natrium kalium yang mengakibatkan terjadinya keseimbangan ion dan fungsi elektrofisiologi pada labirin.9
Oksigen arteri mengalami difusi dari kapiler ke dalam cairan telinga dalam dan meningkatkan saturasi parsial oksigen yang mempengaruhi tekanan oksigen telinga dalam. Selama terapi HBO tekanan parsial oksigen yang tinggi menghidupkan kembali daerah yang mengalami hipoksia pada koklea .9
Keuntungan HBO pada tuli mendadak adalah peningkatan distribusi oksigen yang terlarut dalam sirkulasi darah. Peningkatan oksigen pada perilimf dan endolimf membantu pemulihan fungsi telinga dalam, HBO juga meningkatkan suplai darah dan berkontribusi pada peningkatan mikrosirkulasi, menurunkan hematokrit dan viskositas darah serta meningkatkan elastisitas sel darah merah.15
2.4.2 Manfaat HBO Sebagai Terapi Awal
Terapi awal adalah pemberian terapi HBO dalam 10 hari terjadinya tuli mendadak baik tersendiri atau lebih sering diberikan bersamaan dengan terapi lain. Manfaat HBO sebagai terapi awal terungkap pada penelitian terakhir berupa laporan studi retrospektif beberapa peneliti. 9
Aslan et al mengevaluasi catatan medis 50 pasien yang mengalami tuli mendadak selama dua minggu. Pada grup pertama terdiri dari 25 pasien diterapi dengan betahistin hidroklorida, prednisone 1mg/kgBB/hari serta blok ganglion stelata. Grup kedua berisi 25 pasien mendapat terapi yang sama dengan tambahan HBO pada 2,4 ATA selama 90 menit sebanyak 20 sesi. Rata- rata peningkatan pendengaran sebesar 37,9 ± 24 dB pada grup dua secara statistik lebih tinggi dibanding grup pertama 20,0± 19,6 db (p<0,05).9
Racic et al meneliti 115 pasien dengan tuli mendadak setelah 7 hari. Grup pertama 51 pasien mendapat terapi HBO saja pada tekanan 2,8 ATA selama 60 menit dua kali sehari dibandingkan dengan grup dua terdiri dari 64 pasien yang menerima pentoksifilin intravena. Rata- rata peningkatan pendengaran pada grup pertama sebesar 46,35 ± 18,58 dibandingkan dengan grup dua 21,48 ±13,50 dB. (p<0,001).9
Barthelamy et al melaporkan evalusi terapi dari 229 pasien telah diberi HBO ( 1 sesi perhari 2,5 ATA selama 90 menit selama 10 hari berturut- turut), metilprednisolon (1mg/kg) dan vasodilator. Rata rata kehilangan pendengaran sebelum terapi sebesar 52,5 ± 30,0 dB dibandingakan dengan setelah terapi 26,6 ± 30,4 dB. Peningkatan pendengaran yang signifikan terdapat pada 56,3% pasien.9
Penelitian lain, Cavallazi et al memperlihatkan perkembangan secara umum lebih baik pada grup HBO dibandingkan grup yang mendapat terapi konvensional. Fattori et al membandingkan dua grup pasien yang diterapi lebih dini (48 jam pertama tuli mendadak) dan ditemukananya perbedaan secara statistik yang cukup besar pada penggunaan terapi HBO dibanding dengan penggunaan vasodilator pada rata- rata peningkatan pendengaran. Topus et al menemukan adanya perkembangan yang signifikan pada grup HBO kecuali pada frekuensi 2000 Hz.9
2.4.3 Manfaat HBO sebagai Terapi Sekunder
Terapi sekunder adalah pemberian terapi HBO setelah terapi konvensional gagal. Beberapa peneliti melaporkan efek pemberian HBO sebagai terapi sekunder. 9
Lamm et al, membuat meta analisis dari tahun 1968- 1997 pada 4109 pasien dengan tuli mendadak dan tinnitus, menyatakan jika HBO diberikan antara 2 minggu dan 6 minggu setelah terapi konvensional gagal, ditemukan 54,3% pasien mengalami peningkatan pendengaran secara signifikan lebih dari 20 dB dan 33% mengalami perbaikan pendengaran kurang dari 20 dB. Jika terapi HBO diberikan diantara 6 minggu dan 3 bulan terdapat 13% pasien memperlihatkan perkembangan yang sangat baik dan 25 % memperlihatkan perkembangan yang cukup.9
Almeling et al melakukan penelitian kohort pada 650 pasien setelah terapi konvensional gagal memperlihatkan perkembangan yang signifikan apabila terapi HBO diberikan setelah 3 bulan sejak terjadinya tuli mendadak.9
Nakashima et al, pemberian terapi HBO pada 550 pasien setelah gagal dengan terapi konvensional, memperlihatkan peningkatan level pendengaran pada beberapa pasien.9
2.4.4 Terapi HBO Masa Mendatang
Walaupun mayoritas peneliti melaporkan perkembangan yang baik pada penggunaan HBO untuk penanganan tuli mendadak namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut berupa randomisasi dan studi prospektif dalam jumlah yang banyak.9
Sejak tahun 2002, randomisasi dan studi prospektif berupa pemberian HBO setelah gagal dengan terapi konvensional telah dilakukan pada beberapa negara di benua Eropa dan masih berlangsung sampai sekarang.9
Gangguan pendengaran yang menetap dapat mempengaruhi psikososial seseorang dan seorang dokter harus berbuat maksimal untuk mengatasi hal ini. Terapi HBO dapat menjadi pilihan utama bila penanganan secara konvensional tidak berhasil didasarkan pada penelitian- penelitian yang sudah ada sambil menunggu klarifikasi data mengenai terapi ini.9

2.5 Dosis Terapi Hiperbarik Oksigen
Terapi oksigen hiperbarik secara umum adalah diberikannya tekanan dalam RUBT sebesar 2,0 ATA selama 90-120 menit pada sekali penekanan atau 2,4 ATA selama 90 menit dengan dua periode selama 5 menit menghirup udara (30 menit menghirup oksigen dilanjutkan 5 menit menghirup udara,selanjutnya 30 menit menghirup oksigen diteruskan 5 menit menghirup udara, lalu 30 menit menghirup oksigen) (gambar 2). Periode bernapas dengan udara digunakan untuk mereduksi toksisitas oksigen 2,6

14 meter





14’ 30’ 5’ 30’ 5’ 30’ 14’

Gambar 2. Skema terapi dengan HBO3


2.6 Kontra Indikasi Terapi Hiperbarik Oksigen.
Terapi HBO telah digunakan untuk menangani berbagai macam penyakit lebih dari 40 tahun. Beberapa indikasi telah dikukuhkan dan level bukti untuk mendukung pengobatan ini perlahan meningkat. Namun demikian, tidak ada prosedur medis yang benar- benar bebas dari resiko. Keputusan untuk menggunakan terapi HBO dibutuhkan pertimbangan yang matang dengan memperhatikan tingkat resiko yang didapat dan keuntungan yang diperoleh. Kontra indikasi HBO tergantung dari keadaan klinik pasien dan kapabilitas dari pusat hiperbarik itu sendiri.10
2.6.1 Kontra Indikasi Absolut.20,21
Kontra indikasi absolut adalah kondisi yang dapat mengakibatkan kematian dan atau menimbulkan gangguan kesehatan yang sangat berat :
a. Pneumotoraks yang belum dirawat, kecuali sebelum pemberian oksigen hiperbarik dapat dikerjakan tindakan bedah untuk mengatasi pneumotoraks tersebut
b. Selama beberapa tahun orang beranggapan bahwa keganasan yang belum diobati atau keganasan metastatik akan menjadi lebih buruk pada pemakaian oksigen hiperbarik dan termasuk kontra indikasi absolut. Namun penelitian- penelitian terakhir menunjukan bahwa sel- sel ganas tidak tumbuh lebih cepat dalam suasan oksigen hiperbarik. Penderita keganasan yang di obati dengan oksigen hiperbarik biasanya secara bersama- sama juga menerima radiasi atau kemoterapi
2.6.2 Kontra Indikasi Relalif.20,21
Kontra indikasi relatif adalah kondisi yang mengakibatkan terjadinya resiko sangat terbatas baik jumlah maupun intensitasnya:
a. Infeksi saluran napas bagian atas, menyulitkan penderita untuk melaksanakan ekualisasi dapat ditolong dengan pemberian dekongestan dan miringotomi bilateral
b. Sinusitis kronis dapat menyulitkan penderita untuk ekualisasi
c. Penyakit kejang dapat menyebabkan penderita lebih muda terserang konvulsi oksigen
d. Emfisema yang disertai retensi CO2 dapat dikerjakan bila penderita diintubasi dan memakai ventilator
e. Panas tinggi merupakan predisposisi terjadinya konvulsi oksigen, kemungkinan ini dapat diperkecil dengan pemberian aspirin dan anti konvulsan
f. Riwayat pneumotoraks spontan sebaiknya berada pada RUBT dengan kamar ganda agar lebih muda pengawasan bila ada masalah
g. Riwayat operasi dada dapat menyebabkan terjadinya luka dengan air trapping yang timbul saat dekompresi.
h. Riwayat operasi telinga, operasi pada telinga dengan penempatan kawat atau topangan plastik dalam telinga setelah stapedektomi, dikawatirkan perubahan tekanan akan mengganggu implant tersebut
i. Kerusakan paru asimtomatik yang ditemukan pada foto toraks, memerlukan proses dekompresi yang sangat lambat antara 5 – 10 menit
j. Sperositosis kongenital, pada keadaan ini butir sel darah merah sangat fragil dan pemberian HBO dapat diikuti dengan hemolisis yang berat
k. Riwayat neuritis optik, bila saat pemberian HBO terdapat gangguan penglihatan walaupun sedikit, pemberian HBO segera dihentikan dan perlu konsultasi dengan dokter mata.

2.7 Pasien dengan Perhatian Khusus
Pada anak- anak biasanya mempunyai kapasitas respirasi yang normal kemungkianan akan mengalami tekanan oksigen yang tinggi pada jaringan, sehingga resiko untuk terjadinya toksisitas oksigen menjadi lebih besar. Penggunaan tekanan yang lebih rendah serta siklus yang pendek dari penggunaan oksigen dan udara menjadi upaya untuk mengatasinya.20
Masalah pada orang tua bukan pada umur tetapi mereka seringkali mengalami gangguan respirasi, jantung atau masalah gangguan pembuluh darah lainnya. Perhatian khusus harus diberikan pada fungsi pernapasan dan jantung selama terapi HBO ini terutama pada penghantaran sistem oksigen seperti penggunaan masker yang kurang tepat atau kebutuhan oksigen yang diberikan terlalu tinggi. 20
Penggunaan terapi HBO selama hamil perlu perhatian khusus karena tekanan parsial oksigen yang tinggi dapat mempengaruhi janin termasuk kelainan teratogenik, retinopati dan pengaruh ke jantung, mempengaruhi aliran darah ke plasenta serta mempengaruhi penutupan duktus arteriosus sehingga penggunaan terapi ini sangat hati- hati pada wanita hamil kecuali sangat diperlukan. 20
Pasien yang menerima obat-obatan spesifik seperti bleomisin dan doksorubisin. Bleomisin merupakan obat yang digunakan untuk terapi kanker, dari berbagai penelitian memperlihatkan kelainan paru terjadi setelah terapi oksigen dengan 9 bulan sebelumnya menggunaan bleomisin dan penelitian lain memperlihatkan bahwa tidak terjadinya kelainan paru setelah pemberian oksigen terapi dengan 6 bulan sebelumnya telah mendapat bleomisin , sehingga terapi hiperbarik bukan merupakan kontra indikasi apabila tidak digunakan bleomisin selama 1 tahun. Tidak ada efek toksik pada penggunaan klinis dengan doksorubin dan HBO, telah direkomendasikan pemberian HBO terapi setelah 2-3 hari terapi doksorubisin.20

2.8 Efek Samping Terapi Hiperbarik Oksigen
Efek samping HBO terapi dapat dibagi menjadi dua grup yaitu dihubungkan dengan tekanan gas pada ruang tertutup dan dihubungkan dengan efek keracunan oksigen. 15,17,22,23
Barotrauma telinga tengah menjadi komplikasi yang sering ditemukan pada terapi dengan angka kejadian 2%, namun demikian bila mengikuti instruksi valsava dengan baik dapat mencegah terjadinya barotrauma. 15,17,22,23
Barotrauma telinga dalam jarang terjadi kecuali melakukan valsava yang berlebihan. Pada pasien tidak sadar dapat terjadi ruptur membran timpani sebelum terjadinya ruptur tingkap bulat dan lonjong, yang dapat mengakibatkan gangguan pendengaran permanen, tinitus dan vertigo. 15,17,22,23
Nyeri sinus merupakan komplikasi urutan kedua yang sering terjadi pada terapi HBO namun dapat diatasi dengan dekongestan selanjutnya terapi HBO dapat diteruskan. 15,17,22,23
Emboli udara dan pneumotoraks merupakan komplikasi yang sangat jarang terjadi pada terapi HBO. Jika hal ini terjadi, biasanya pada pasien dengan gangguan paru- paru sebelumnya. 15,17,22,23
Sakit gigi dapat terjadi selama kompresi dan dekompresi umumnya didahului manipulasi gigi sehingga terdapat udara yang terperangkap di dalamnya. 15,17,22,23
Miopi reversibel jarang ditemukan pada terapi HBO dengan mekanisme belum diketahui diduga karena perubahan bentuk dari lensa. 15,17,22,23
Dapat terjadi keracunan oksigen susunan saraf pusat karena penggunaan tekanan yang tinggi dengan gejala pandangan kabur, tinitus, mual, kejang otot bahkan kejang generalisata namun tidak terjadi pada tekanan < 2,8 ATA dan bisa hilang setelah terapi HBO dihentikan atau selesai, angka kejadianya 1,3 per 10 000 kali pengobatan. 24
Keracunan oksigen pulmonal dapat terjadi pada pasien yang diberi oksigen 100 % tekanan 1 ATA pada periode yang lama dengan gejala dada seperti ditekan, dispnea dan batuk . Penangananya adalah dengan menghentikan terapi HBO. 15,17,22,23

RINGKASAN
Terapi hiperbarik oksigen (HBO) adalah pengobatan dengan cara pasien bernapas menghirup oksigen 100% secara intermiten dalam suatu ruang udara bertekanan tinggi (RUBT) lebih dari tekanan atmosfir. RUBT yang digunakan secara umum ada dua macam yaitu multiplace chamber dan monoplace chamber digunakan sesuai dengan kebutuhan.
Terdapat beberapa macam teori tentang penyebab tuli mendadak yaitu kelainan vaskular, virus, ruptur tingkap bundar serta gangguan autoimun yang dijadikan dasar untuk modalitas terapi selanjutnya.
Terapi hiperbarik oksigen pertama kali digunakan untuk menangani tuli mendadak pada akhir tahun 1960. Beberapa postulat telah dijadikan dasar berbagai aspek tentang terapi ini yaitu postulat Hendry, postulat Boyle dan postulat Dalton
Pengaruh terapi HBO berupa peningkatan kelarutan oksigen , mengurangi edema, memperbaiki aliran darah dan sel darah juga meningkatkan saturasi parsial oksigen. Beberapa penelitian telah mengungkapkan tentang manfaat terapi ini baik sebagai terapi awal maupun terapi sekunder namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut berupa randomisasi dan studi prospektif dalam jumlah yang banyak.
Dosis terapi yang digunakan adalah pemberian tekanan 2,4 ATA selama 90 menit dengan dua periode menghirup udara. Kontra indikasi terapi ini berupa kontra indikasi absolut yaitu pneumotoraks serta kontraindikasi relatif berupa infeksi saluran napas bagian atas, sinusitis kronik, emfisema, demam tinggi, riwayat operasi dada, riwayat operasi telinga, kerusakan paru. Adanya perhatian khusus pada pasien anak,orang tua, ibu hamil dan penggunaan obat spesifik. Efek samping terapi HBO dihubungkan dengan pengaruh tekanan dan pengaruh gas oksigen.

Saturday, August 28, 2010

ototoksisitas aminoglikosida



PENDAHULUAN
Beberapa obat dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur telinga dalam, termasuk koklea, vestibulum, semisirkular kanal, dan otolit, dianggap sebagai ototoksik. Obat dapat menginduksi struktur pendengaran dan sistem keseimbangan yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan pendengaran, tinitus dan pusing. Gangguan pendengaran akibat toksisitas kadang bersifat sementara tetapi kebanyakan bersifat menetap pada sebagian besar golongan aminoglikosida.1
Beberapa negara berkembang, antibiotik dapat dipeoleh dengan mudah sehingga angka kejadian ketulian karena obat dapat mencapai 66 % tergantung dari golongan obat dan dosis serta 33 % terjadi perubahan audimetri, toksisitas vestibulum juga mencapai 4 % pasien dewasa. Angka kejadian toksisitas mungkin akan menurun karena teknik monitor yang semakin berkembang dan adanya kesadaran yang tinggi akan resiko ototoksik. 1
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Black et al. dari 33 pasien yang diteliti dengan vestibulotoksisitas karena gentamisin, didapatkan semua pasien mengalami gangguan keseimbangan, 32 pasien mengalami oscillopsia, 23 pasien mengalami tinitus, semua pasien mengalami tanda-tanda ototoksisitas setelah terapi 1-3 minggu. 2
Pada penulisan ini akan dibahas anatomi, fisiologi telinga dalam, penggunaan klinis, farmakokinetik aminoglikosida, patofisiologi ototoksisitas, gejala klinik, pemeriksaan audiometri, dan pencegahan ototoksisitas
1. Anatomi Telinga Dalam
Bagian utama telinga dalam terdiri dari dua yaitu koklea sebagai organ pendengaran, vestibulum dan kanalis semisirkularis sebagai organ keseimbangan.3
1.1 Ruang Cairan
Labirin terdiri dari dua bagian , satu bagian berada di dalam bagian lainnya. Bagian pertama adalah labirin tulang yang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea, vestibulum dan koklea berisi cairan yang dinamakan perilimfe. Bagian kedua adalah labirin membran yang terdiri dari sakulus, utrikulus, duktus semisirkularis dan duktus koklearis (skala media). Labirin membran adalah struktur duplikat dari labirin tulang dan berisi cairan yang dinamakan endolimfe.4,5
Endolimfe adalah cairan yang memiliki komposisi ion mirip dengan cairan intraseluler dan mengisi membran auditorius dan labirin vestibularis. Endolimfe dibentuk oleh sel-sel sekret pada stria vaskularis dan oleh sel-sel gelap di dekat akhir dari krista ampularis pada duktus semisirkularis dan dinding utrikulus. Endolimfe diabsorbsi pada sakus endolimfatikus. Komposisi cairan ini adalah tinggi kalium dan rendah natrium. Perilimfe berbeda dengan endolimfe,perilimfe memiliki komposisi ion mirip dengan cairan ekstraseluler, rendah kalium dan tinggi sodium.6
Perbedaan kedua cairan ini penting untuk menciptakan arus listrik yang kuat disekitar organ dan mengakibatkan pembentukan impuls saraf pada sel rambut unit neuron aferen.6
1.2 Sistem Auditorius
Telinga dalam berada pada bagian petrosa tulang temporal, terdiri dari dua organ vestibularis dan koklea sebagai organ auditorius. Peran utama dari koklea adalah fungsi transduksi, yaitu merubah getaran mekanis menjadi impuls saraf yang dapat dibaca oleh jaras pendengaran pusat menuju otak. Sel-sel reseptor yang mengirimkan pesan ini yaitu sel-sel rambut dalam dan sel-sel rambut luar berada di dalam organ Corti yaitu pada membran basilaris.7
1.2.1 Koklea
Bentuk koklea seperti keong dengan tabung tulang panjang 35 mm dan dibagi menjadi skala vestibularis, skala media dan skala timpani. Skala vestibularis dan skala timpani berisi perilimfe. Skala media terdiri dari membran Reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral yang berisi endolimfe. Duktus koklearis dan struktur di dalamnya menempati bentukan keong dengan 2 ½ sampai 2 ¾ putaran (gambar 1). Koklea memiliki volume 0.2 mililiter. Dalam ruangan ini terdapat 30 000 sel rambut yang menerima dan mengirimkan getaran suara menjadi impuls saraf (transduksi) dan terdapat 19 000 serabut saraf yang mengirim impuls saraf tersebut menuju otak. 3,8,9
Energi akustik yang masuk ke dalam koklea melalui tingkap lonjong diterima oleh perilimfe pada skala vestibuli. Skala vestibuli berhubungan dengan perilimfe skala timpani melalui pembukaan kecil di apeks dari koklea yang dinamakan helikotrema.6,8,9
Jaringan yang paling penting dari koklea yang menjadi lokasi sel-sel reseptor sensoris adalah jaringan membran pada skala media, ruang ini juga dinamakan duktus koklearis.10


Gambar 1. Potongan melintang koklea.3
Duktus koklearis dibagi menjadi tiga regio, yaitu:
a. Membran Reissner yang membentuk batas antara skala media dan skala vestibuli
b. Dinding lateral, struktur yang tersusun didalamnya adalah ligamen spiralis, stria vaskularis, prominensia spiralis dan sulkus eksternal
c. Membran basilaris dan lamina spiralis pars osseus yang berada diantara skala media dan skala timpani, termasuk didalamnya sel-sel Claudius, sel-sel Boettcher dan organ Corti. Di dalam organ Corti terdapat sel-sel Hensen, sel-sel Deiters, sel-sel pilar, sel-sel batas dalam, sel-sel rambut luar dan sel-sel rambut dalam, sulkus dalam dan limbus spiralis, yang berisi sel-sel interdental dan membran tektorial. Medial dari lamina spiralis pars osseus terdapat kanalis Rosental yang berisi ganglion spiralis dan berhubungan dengan modiolus.10
1.2.2 Organ Corti
Organ Corti berisi epitel sensoris untuk pendengaran, yang terdiri dari sel-sel rambut dan sel-sel pendukung. Serabut aferen dari saraf auditorius dan serabut eferen dari berkas kokleoolivarius memasuki organ Corti dari bawah membran basilaris dan mensarafi sel-sel rambut. Sel-sel sensoris tersebut terdiri dari dua jenis yaitu sel-sel rambut dalam dan luar, karena posisi sel-sel tersebut relatif lebih proksimal dari saluran organ Corti . Setiap sel memiliki berkas stereosilia yang berdiri pada permukaan apeks (gambar 2).11


Gambar 2. (A) Potongan melintang sel rambut luar. (B) Potongan melintang sel
rambut dalam.11
Sel-sel pendukung yang terdapat di dalam organ Corti adalah Deiters, Hensen, Claudius and Boettcher, sel-sel batas dalam, sel-sel falangeal dalam, pilar dalam dan luar dan sel-sel sulkus luar. Duktus koklearis terdiri dari resesus koklearis dari vestibulum dan berakhir pada sekum kupula pada apeks.11
Duktus koklearis berbentuk triangularis didalam koklea pars oseus dan dibagi menjadi tiga ruang yang berbeda yaitu skala media (duktus koklearis), skala vestibuli (terdapat membran Reissner) dan skala timpani (di dekat membran basilaris). Skala media berisi endolimfe dan skala timpani dan vestibuli berisi perilimfe. Lantai dari duktus koklearis adalah membran basilaris dan atapnya adalah membran Reissner yang membagi skala media dan skala vestibuli. Membran Reissner memiliki dua lapisan yaitu lapisan tunggal dari sel-sel penghubung yang berhadapan dengan skala vestibuli dan lapisan tunggal sel-sel penghubung yang berhadapan dengan skala media (gambar 3)3,12.Kedua lapisan sel-sel ini direkatkan oleh ikatan yang kuat yang berfungsi mencegah pencampuran bebas endolimfe dan perilimfe.11

Gambar 3. Bagian-bagian Organ Corti.3

Organ Corti terletak di atas membran basilaris dan di bawah membran tektorial. Ketika membran basilaris bergerak ke atas dan ke bawah, membran tektorial menyentuh sepanjang organ Corti. Hal ini menyebabkan silia yang ada diatas sel-sel rambut menempel. Saat itulah saraf menempel pada sel-sel rambut dan merekam gelombang suara dari koklea. Organ Corti dapat merekam getaran dengan berbagai level berbeda di sepanjang koklea. Terdapat sekitar 30 000 sel-sel rambut yang dapat mengukur secara tepat gerakan yang ditimbulkan getaran koklea.12
1.3 Sistem Vestibularis
Sistem vestibularis terdiri dari lima organ di dalam telinga dalam, yaitu tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus (sakulus dan utrikulus membentuk vestibulum). Kanalis semisirkularis bertanggung jawab untuk deteksi gerak rotasi (angular acceleration), sebaliknya sakulus dan utrikulus bertanggung jawab pada gerak linier (straight line acceleration) dan gravitasi (gambar 4).3,13

Gambar 4. Sistem vestibular3
Organ vestibularis terdiri dari ruangan yang berisi cairan sama dengan koklea sebagai organ auditorius seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu cairan endolimfe pada ruang endolimfatik dan cairan perilimfe pada ruang perilimfatik. Sistem vestibularis yang sehat tergantung pada keadaan ruang-ruang cairan ini.13
1.3.1 Kanalis Semisirkularis
Kanalis semisirkularis terletak lebih ke posterior dan superior dari sistem vestibularis, terdiri dari tiga bagian yaitu lateral, superior dan posterior. Ketiganya terbentuk dalam tiga ruangan yang satu bersinggungan dengan yang lain. Sensasi berputar pada gerak kepala atau akselerasi sudut berinteraksi dengan leher dan mata untuk memelihara orientasi saat gerak berputar. Jika melakukan stimulus sederhana dengan air dingin dan hangat dapat menyebabkan gangguan vertigo.14
Di dalam kanal tulang terdapat kanal membran dan diantaranya terdapat perilimfe. Struktur reseptor, yaitu krista ampularis berlokasi pada akhir kanal membran (ampula). Setiap krista terdiri dari tersusun dari sel-sel rambut dan sel-sel sustentakular yang dikelilingi oleh partisi gelatin (kupula) yang menutup ampula. 4
1.3.2 Sakulus dan Utrikulus
Sakulus dan utrikulus berlokasi pada posterior dan profundus pada akhir dasar koklea serta bertanggung jawab pada akselerasi linier dan sensasi posisi.. Struktur ini seperti koklea juga berisi sensor sel-sel rambut, tapi berfungsi pada penerimaan stimulasi untuk posisi daripada gelombang suara. Otolith adalah kristal mikroskopis yang menempel pada jeli diatas reseptor sel-sel rambut. Otolith juga disebut otokonia atau debu telinga (ear dust), berukuran antara 3 sampai 9 μm pada manusia dan lebih gelap dari endolimfe dan tersusun dari kalsium karbonat. Struktur ini bergeser dengan perubahan posisi, yang kemudian mengikat dan menstimulasi sel-sel rambut, mengirimkan informasi elektris ke batang otak melalui bagian vestibularis dari saraf kranial ke delapan.4,14
1.4 Aliran Darah Telinga Dalam
Koklea mendapat suplai darah dari arteri labirintin, berasal dari arteri serebelum anterior inferior akhir dari arteri basilaris. Pada arteri ini mengikuti saraf kranial ke delapan pada meatus auditorius internus yang menjadi akhir dari arteri vestibularis anterior menuju aparatus vestibularis. Semakin dalam ke meatus auditorius internus arteri labirintin bercabang-cabang dan membentuk tiga cabang. Pertama arteri vestibular-koklearis yang mensuplai bagian-bagian koklea, yaitu sakulus, utrikulus, duktus posterior dan akhir dari koklea. Kedua arteri vestibularis anterior yang mensuplai darah pada duktus semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Ketiga adalah arteri koklearis yang memasuki arteri spiralis modiular (modialus) yang mensuplai darah kolateral dari koklea. Arteri labirintin adalah arteri akhir dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada suplai darah kolateral ke koklea. 6,15
Vena spiralis posterior atau vena koklearis inferior berjalan di sepanjang skala timpani untuk keluar melalui aquaduktus koklearis pada saluran yang terpisah dan memasuki sinus petrosus inferior. Sistim pengeluaran labirin dilakukan oleh sistim vena yang paralel dengan sejumlah sistim arteri. Vena vestibularis anterior dan posterior menjadi sistim pengeluaran pada duktus ampularis posterior seperti pada sakulus, utrikulus dan duktus ampularis superior. Gabungan vena-vena ini berkumpul pada akuaduktus koklearis. Vena dari duktus semisirkularis dan badan utrikulus membentuk vena pada akuaduktus vestibularis yang berjalan sebagai vena akuaduktus paravestibularis. Vena ini berjalan bersama dengan duktus endolimfatik menuju sakus endolimfatik dan berakhir pada sinus sigmoid.6
2. Fisiologi Telinga Dalam
2.1 Fisiologi Koklea
Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam melalui stapes, menimbulkan suatu gelombang berjalan di sepanjang membran basilaris dan organ Corti. Hal ini berakibat membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membran tektoria. Organ Corti melepaskan agen kimia ketika getaran suara dari stapes mengaktifkan sel-sel rambut. Kemudian timbul depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Disinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan kepada saraf auditorius.16,17



2.2 Fisiologi Organ Vestibularis
2.2.1 Makula
Makula adalah organ otolitik yang bertanggung jawab terhadap akselerasi linier. Anatomi makula adalah datar oval yang diliputi oleh sel-sel rambut di permukaannya. Stereosilia dari sel-sel rambut bergerak ke depan dan menempel pada membran otolitik yang bergelatin dan berisi kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Otokonia memiliki kekentalan lebih daripada air, sehingga ketika sudut kepala dipindahkan dari satu sisi ke sisi lain, gaya gravitasi menyebabkan gaya tarik menarik antara membran otolitik dan permukaan makula. Hasilnya adalah pengikatan pada stereosilia. Defleksi dari stereosilia menyebabkan saluran transduksi terbuka dan terjadilah depolarisasi sel-sel rambut. Defleksi stereosilia kearah depan dan membuat stereosilia memendek menyebabkan saluran transduksi tertutup dan sel-sel mengalami hiperpolarisasi.18,19
2.2.2 Utrikulus dan Sakulus
Utrikulus dan sakulus bekerja pada pengkode dua arah karena ada sel-sel rambut yang memiliki orientasi pada kedua arah di sepanjang permukaan, sehingga makula tunggal dapat memproduksi sinyal inhibitor dan eksitasi dengan perubahan posisi kepala. Striola didefinisikan sebagai bagian yang tipis pada pusat membran otolit dari utrikulus dan bagian yang tebal pada sakulus. Hal ini secara umum menggambarkan daerah epitel sensorik yang membagi sel-sel rambut yang berada pada satu sisi terhadap sisi berlawanannya. Baik utrikulus ataupun sakulus keduanya mempunyai posisi yang sedikit melengkung. Informasi dua dimensi tersebut dapat dideteksi oleh satu organ otolitik saja karena distribusi posisi sel-sel rambut pada kumpulan stereosilianya menyebar kesegala arah.18,19
2.2.3 Sel-sel Rambut
Sel-sel rambut mempunyai mekanisme pengaturan awal, yang sangat penting terutama pada organ-organ otolitik. Pada saat posisi gerakan kepala stabil, sel-sel rambut stereosilia akan mengalami defleksi dan terjadi gaya potensial reseptor di dalam sel. Namun, setelah beberapa detik kemudian, gaya potensial intraselular sebagiannya akan kembali ke level normalnya, yang disebut adaptasi. Proses tersebut memudahkan sel –sel rambut untuk berespon terhadap perubahan posisi kepala selanjutnya dibanding hanya diam tanpa respon pada posisi defleksi penuh. Penggerak aktin-miosin didalam stereosilia diduga akan teraktivasi sedemikian rupa yang menjaga hubungan antar stereosilia didekatnya lebih erat.18,19
2.2.4 Kanalis Semisirkularis
Ampula kanalis semisirkularis bertanggung jawab dalam merasakan gerakan kepala menoleh (akselerasi angular). Ampula kanalis semisirkularis mengandung krista, yang mempunyai bentuk yang menyerupai pelana kuda. Sel-sel rambutnya terdapat di atas permukaan krista. Stereosilianya menonjol keatas permukaan krista dan kedalam jaringan gelatineous yang disebut kupula. Saat kepala bergerak menoleh, inersia endolimf didalam kanalis semisirkularis akan menyebabkan pergerakan kupula, menimbulkan defleksi sel-sel rambut stereosilia dan menstimulasi transduksi. Ketiga kanalis semisirkularis (lateral, superior, dan posterior) tegak lurus terhadap satu sama lainnya sehingga menghasilkan sinyal-sinyal sensorik dari setiap rotasi kepala yang terjadi.18,19
Di dalam organ otolitik dan kanalis semisirkularis terdapat dua tipe sel-sel rambut yang berbeda, tipe I dan tipe II. Secara fisiologis, sel-sel tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, meskipun keduanya merupakan sel-sel mekanoreseptor yang mengubah posisi kepala dan mengirimkan informasinya ke otak.18

3. Penggunaan Klinis Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotik terdepan sebagai anti mikroba bakterisidal. Antibiotik ini menyerang bakteri dari berbagai sisi. Sebagai tahap awal, kation aminoglikosida berikatan dengan anion pada membran kuman gram negatif , sehingga dapat menyebabkan kerusakan fungsi permeabilitas dinding sel. Obat ini akan masuk ke dalam sel bakteri dan menyebabkan peningkatan konsentrasi intra seluler dengan suasana yang alkalis, sehingga menambah daya efek obat ini. Tahap kedua dan sangat penting adalah aminoglikosida merusak sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit 30S ribosom yang menyebabkan kesalahan pembacaan kode genetik dan menghambat terjadinya translokasi, sehingga pemanjangan rantai asam amino menjadi rusak dan menyebabkan kematian bakteri.20
Aminoglikosida dapat membunuh bakteri dengan cepat dan efisien apaibila pemberian obat dalam konsentrasi yang tinggi dan dapat diberikan sehari sekali.1
Streptomycin merupakan turunan dari Streptomyces griseus, bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman, khususnya pengikatan pada ribosom 16S rRNA, yang diintervensi dengan pengikatan formyl-methionyl-tRNA pada subunit 30S, selanjutnya menghambat sintesis protein.20,21
Kanamisin dan tobramisin mengikat ribosom 30S dan mencegah keterlibatan subunit 50S selama proses sintesis protein, ia mempunyai efek bacterial dengan menumpuk sitoplasma dan menyebabkan pecahnya subunit 30S.21
Aminoglikosida dapat membunuh kuman patogen gram negatif termasuk bakteri saluran cerna (Escherchia coli, Klebsiella spp, Enterobacter spp, Proteus spp, Serratia spp, dan Pseudomonas spp). Streptomisin merupakan aminoglikosida yang paling aktif membunuh mikobakterium tuberkulosis, sementara amikasin membunuh kuman nontuberkulosa, streptomisin juga merupakan pilihan utama dalam membunuh kuman Yersinia pestis. Gentamisin dan tobramisin lebih aktif melawan Serratia dan P. aeroginosa. Spektinomisin digunakan pada Neisseria gonorrhoeae, kanamisin membunuh kuman gram positif termasuk stapilokokus yang resisten terhadap penisilin.1,20,21

4. Farmakokinetik Aminoglikosida
Aminoglikosida memasuki telinga dalam dengan cepat setelah pemberian melalui parenteral. Obat ini dapat ditemukan pada telinga dalam beberapa menit setelah pemberian dan mencapai masa stabil pada 30 menit sampai 3 jam, adanya akumulasi aminoglikosida pada telinga dalam menjadi penyebab kerusakan struktur pendengaran. Aminoglikosida tetap berada pada telinga dalam walaupun aminoglikosida dalam serum sudah tidak ada. Walaupun half-life aminoglikosida pada serum 3-5 jam, obat ini tetap berada pada cairan telinga dalam sampai beberapa bulan setelah terapi.22
Aminoglikosida dapat ditemukan pada sel rambut koklea dan sedikit berada pada sel pendukung membran basilar serta dinding lateral. Pada sel rambut, aminoglikosida yang tampak akan dihantar ke dalam struktur lisosom pada permukaan apikal,karena cocok dengan reseptor endositotik.22
Alat transport aminoglikosida belum diketahui dengan pasti, megalin merupakan alat transport aminogliosida di tubulus ginjal, ditemukan pada duktus koklea, termasuk dinding lateral, namun tidak ditemukan pada sel rambut luar, yang merupakan target organ dari aminoglikosida.22

5. Patofisiologi Ototoksisitas Aminoglikosida
5.1 Patologi Ototoksik
Ototoksisitas aminoglikosida dapat terjadi pada koklea atau vestibulum dan bisa pada keduanya. Kerusakan sel- sel sensori pada koklea yang tidak dapat regenerasi lagi, utamanya pada sel- sel rambut luar pada basal koklea lalu menyebar ke apeks. Sel- sel rambut dalam mengalami degenerasi kemudian secara perlahan- lahan, selanjutnya mempengaruhi bagian lain dari koklea termasuk stria vaskularis dan sel- sel spiral ganglion, hal ini terjadi terutama karena pengaruh ototoksik yang berat. Pada sistem vestibular, kelainan sel- sel rambut dimulai dari apeks krista ampularis kemudian menyebar ke perifer reseptor vestibular.23
Kerusakan utama ototoksik aminoglikosida terjadi pada basal koklea, sehingga gejala klinis yang pertama kali muncul adalah adanya gangguan pendengaran pada frekwensi tinggi. Kesulitan untuk mendeteksi lebih awal keadaan ini karena pemeriksaan audiometri yang tidak rutin dilakukan pada frekwensi tinggi dan ganguan persepsi bicara akan terjadi pada toksisitas yang berat berupa gangguan pendengaran pada frekwensi percakapan. Kerusakan vestibular kadang kala sulit untuk dideteksi karena adanya kemampuan kompensasi visual.23

5.2 Mekanisme Ototoksik
Aminoglikosida yang berada pada cairan endolimfe dan perilimfe akan masuk ke organ corti melalui beberapa cara. Salah satu jalan utamanya melalui pintu transduksi yang didasarkan pada fakta bahwa aminoglikosida akan lebih ototoksik ketika distimulasi secara akustik, cara yang lain adalah melalui transport obat yang besar melalui jalur endositosis yang akan menghantarkan obat ke lisosom.24,25
Reactive oxygen species (ROS) atau radikal bebas, merupakan penyebab utama terjadinya ototoksisitas aminoglikosida. ROS merupakan bagian dari sel normal fisiologi yang berada pada semua sel, berupa sel pada lefel rendah yang akan selalu diimbangi oleh antioksidan intrinsik dan enzim antioksidan. Namun, ketika produksi ROS berlebih dapat terjadi kerusakan jaringan yang luas dan dapat membuka jalan kearah kematian sel. ROS dipercaya menyebabkan terjadinya apoptosis dan nekrosis sel rambut, tahapan terjadinya kematian sel, dimulai dari masuknya aminoglikosida ke dalam sel rambut luar melewati transduser mekano-elektrikal selanjutnya terbentuk komplek aminoglikosida dan besi yang bereaksi dengan donor elektron seperti asam arahidonat membentuk ROS, seperti superoksida, radikal hidroksi, dan hidrogen peroksida kemudian mengaktifkan c Jun N terminal kinase (JNK) yang akan mentranslokasi nukleus untuk mengaktifkan gen pada sel yang mengalami kematian, gen ini kemudian translokasi ke mitokondria menyebabkan lepasnya sitokrom yang akan memicu terbentuknya apoptosis (gambar 5). Salah satu jalan yang diaktifasi oleh aminoglikosida melalui ROS adalah JNK dan berkontribusi terhadap terbentuknya apoptosis. Salah satu target JNK adalah membentuk faktor transkripsi, aktifasi protein -1. Terapi dengan gentamisin meningkatkan aktifasi protein- 1 di koklea pada sel rambut luar. Aminoglikosida dapat membentuk kompleks dengan besi dan memperbesar formasi katalis besi yang berasal dari asam lemak tak jenuh.22,24,25.
Kerusakan sel- sel rambut pada koklea akan diganti oleh sel pendukung tanpa adanya proses inflamasi dan ini menandakan adanya proses apoptosis, walaupun pada beberapa peneliti menyebutkan bahwa proses nekrosis dapat terjadi juga pada ototoksisitas aminoglikosida dalam jumlah yang sedikit sekali.24,25











Gambar 5. Kematian sel pada ototoksisitas aminoglikosida.25
Permeabilitas round window membrane (RWM) merupakan faktor yang sangat penting pada terjadinya ototoksisitas aminoglikosida topikal. Faktor substansi seperti ukuran molekul, konfigurasi,konsentrasi, dan kelarutan dalam lemak. Substansi dengan berat molekul lebih dari 1 000 seperti gentamisin, streptomisin,neomisin, ditransportasi melewari RWM pada waktu yang pendek. Dipahami bahwa selama adanya infeksi telinga tengah, ditemukan adanya edem mukosa, mikroorganisme,dan cairan yang akan menutup RWM sehingga dapat menghambat terjadinya absorpsi obat topikal. Namun, bila infeksinya sembuh dengan terapi ini, RWM menjadi lebih permeabel pada telinga tengah yang normal, yang mana akan meningkatkan terjadinya ototoksik topical, bila pemberian obat tetes aminoglikosida masih terus diberikan.22,24,25
Ototoksisitas vestibular terjadi karena kerusakan struktur dan fungsi sel rambut labirin oleh obat ototoksik juga mempengaruhi saraf vestibular dan sistem saraf sentral. Toksisitas vestibular menyebabkan kerusakan sel rambut pada apeks dari krista dan striolar makula. Kerusakan sel rambut ini menyebar ke perifer reseptor vestibular, dan melanjukan kerusakan pada membran otokonial dan struktur otolit.24,25

6. Gejala Klinik
Gejala dini gangguan pendengaran pada ototoksisitas aminoglikosida sulit dikenali oleh pasien karena hanya bermanifestasi pada frekwensi tinggi. Pada keadaan lanjut akan mempengaruhi frekwensi percakapan dan ketuliannya akan semakin berat jika penggunaan obat ini diteruskan.1,20,25
Gejala toksisitas vestibulum secara sistemik berupa gangguan keseimbangan dengan gejala dan tandanya adalah ataksia (kehilangan koordinasi otot) dan oscillopsia ( pandangan kabur dengan pergerakan kepala) tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya, menyebabkan kesulitan melihat tanda lalu lintas ketika mengendarai kendaraan atau mengenali wajah orang ketika berjalan.1,20,25

7. Pemeriksaan Audiometri
Pemantauan dengan menggunakan audiometri adalah untuk mengetahui lebih awal adanya ototoksik karena obat ini, sehingga dapat dipututuskan penanganan selanjutnya, selain itu juga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk membantu memantau efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan obat ini serta memberikan bantuan semaksimal mungkin bila hal ini terjadi.1,26
Dewasa ini terdapat tiga pendekatan yang digunakan untk memantau terjadinya ototoksik yaitu audiometri nada murni, audiometri frekwensi tinggi dan otoacoustic emission.1,26
7.1 Audiometri Nada Murni
Pemeriksaan dengan menggunakan audiometri nada murni, bukanlah dilakukan untuk mengetahui adanya ototoksik lebih awal, tetapi untuk mengetahui fungsi pendengaran secara umum pada frekwensi percakapan, walupun jarang diketemukan, ototoksik bisa terjadi pada frekwensi pertengahan dan untuk mendeteksinya adalah dengan audiometri ini.1,26
Frekwensi yang digunakan pada audiologi dasar ini adalah 250-8 000 Hz, merupakan kisaran frekwensi percakapan normal. Juga dilakukan untuk mengetahui adanya air-bone gap dan melakukan pemeriksaan timpanometri. Adanya air bone gap lebih dari 10 dB menunjukan adanya kelainan konduksi pada sistem pendengarannya, sedang timpanometri dilakukan unutk mengetahui adanya kelainan ditelinga tengah.1,26
Pada evaluasi dasar ini, dianjurkan kepada pasien untuk menghindari paparan dengan lingkungan bising selama beberapa bulan, karena dapat menyebabkan terjadinya ototoksisitas eksaserbasi akut.1,26
Berdasarkan kriteria the American Speech-Language-Hearing Association
(ASHA) terdapat tiga kriteria untuk mencurigai adanya ototoksik yaitu pertama,adanya penurunan 20 dB pada satu frekwensi, kedua , adanya penurunan 10 dB pada dua frekwensi yang berdekatan, ketiga, adanya kehilangan respon pada tiga frekwensi.1,26
7.2 Audiometri Frekwensi Tinggi dan Otoacoustic Emission
Audiometri frekwensi tinggi dilakukan pada frekwensi diatas 8 000 Hz, pada frekwensi yang lebih tinggi lagi berada pada 10 000 Hz- 20 000 Hz, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya ototoksisitas aminoglikosida, sebelum terjadinya gangguan pada frekwensi konvensional. Tes ini dapat mendeteksi adanya kelainan dini pada ototoksisitas karena perubahan awal yang terjadi pada basal organ Corti, merupakan area frekwensi tinggi.1,26
Prosedur tes yang dilakukan yaitu hampir sama dengan frekwensi konvensional, namun karena tidak umum digunakan maka tidak ada standar khusus mengenai hal ini.1,26
Otoacoustic Emission (OAEs) adalah merupakan pilihan lain untuk memonitor adanya suatu ototoksik. OAEs ini menangkap sinyal akustik yang dihasilkan oleh sel- sel rambut pada koklea, yang ditransmisikan dari koklea ke telinga tengah diteruskan ke meatus akustikus eksternus, dapat dideteksi dan direkam dengan menggunakan mikrofon yang sensitif dengan suara rendah. OAEs in terdiri dari dua yaitu Transien OAEs (TOAEs) dan Distorsion OAEs (DOAEs), keduanya direspon oleh stimulus akustik. TOAEs ditimbulkan oleh respon dari koklea secara umum, sementara DOAEs ditimbulkan oleh respon bunyi yang simultan. Pada frekwensi rendah dan frekwensi tinggi. OAEs ini akan terjadi perubahan apabila adanya kelainan pada frekwensi tinggi, dan ini dijadikan dasar untuk pemeriksaan ototoksisitas.1,26

8. Pencegahan
Pencegahan ototoksik aminoglikosida melalui monitoring ketat level obat dalam serum dan fungsi ginjal harus baik sebelum, selama dan setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur fungsi audiometri sebelum terapi. Pengamatan setiap hari dapat mengurangi kejadian ototoksik dan harus disadari kapanpun bisa terjadi hal seperti ini.,1,24
Anti radikal bebas dapat melindungi diri dari ototoksisitas yang dapat disebabkan oleh aminoglikosida termasuk deferoksamin, 2,3 dihidroksi benzoate, asam alpa lipid,D-methionin.24
Selalu dapat mengidentifikasi faktor resiko terbesar dari pasien dan memilihkan antibiotik yang tepat. Karena aminoglikosida masih tertinggal di koklea dalam waktu lama setelah terapi dihentikan, maka harus disampaikan kepada pasien untuk menghindari lingkungan yang bising selama 6 bulan sesudah terapi.1,24

RINGKASAN
Beberapa obat dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur telinga dalam. Obat dapat menginduksi struktur pendengaran dan sistem keseimbangan yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan pendengaran, tinitus dan pusing.
Pemahaman tentang anantomi dan fisiologi telinga dalam akan mempermudah memahami tentang perubahan patologis pada ototoksisitas aminoglikosida.
Aminoglikosida merupakan antibiotik yang masih luas digunakan untuk kepentingan klinis, namun pada penggunaan aminoglikosida dengan dosis yang berlebihan atau penggunaan dalam waktu yang lama baik secara sistemik maupun topikal, akan menyebabkan perubahan secara permanen struktur telinga dalam utamanya pada sel- sel rambut luar organ Corti, dan selanjutnya akan mempengaruhi bagian lain dari organ Corti ini. Pada beberapa aminiglikosida juga dapat mempengaruhi sistem keseimbangan, yang juga bersifat permanen.
Adanya radikal bebas yang dipicu oleh induksi aminoglikosida ke telinga dalam, merupakan salah satu faktor yang sangat penting, menyebabkan terjadinya kematian sel- sel rambut luar yang tidak dapat diperbaharui.
Gejala dini dari ototoksisitas aminoglikosida berupa gangguan pendengaran pada frekwensi tinggi, akan sulit dideteksi oleh pasien, sehingga diperlukan pemeriksaan khusus berupa pemeriksaan audiometri.
Ototoksisitas aminoglikosida bersifat permanen baik berupa gangguan pendengaran maupun keseimbangan dan terapi untuk ini belum diketahui, sehingga upaya pencegahan merupakan hal yang mutlak, diantaranya monitoring ketat level obat, pemeriksaan audiometri sebelum dan setelah penggunaan obat dan penggunaan anti radikal bebas.

Wednesday, April 21, 2010

Apakah anak anda mengalami gangguan pendengaran?

Bagaimana terjadinya proses mendengar?
Telinga dibagi 3 bagian :
1. Telinga luar terdiri daun telinga dan liang telinga luar berfungsi untuk menangkap dan mengumpulkan suara yang akan diteruskan ke gendang telinga
2. Telinga tengah terdiri dari 3 tulang pendengaran (maleus,inkus,stapes) yang saling berhubungan dan berfungsi untuk memperkuat dan meneruskan suara ke telinga dalam. Didalam telinga tengah juga terdapat sebuah saluran yang menghubungkan telinga tengah dengan rongga dibelakang hidung. Saluran ini berfungsi untuk menjaga agar tekanan udara di telinga tengah sama dengan di luar
3. Telinga dalam terdiri dari rumah siput untuk merubah energi suara menjadi energi listrik dan akan diteruskan oleh saraf pendengaran menuju pusat pendengaran di otak sehingga kita dapat mendengar suara tersebut dengan sadar.

Gangguan pendengaran diklasifikasikan menjadi 3 jenis :
1. Tuli konduksi (ditelinga luar dan tengah), karena proses peradangan, biasanya dapat diobati
2. Tuli sensorineural/syaraf, sulit diobati, penanganannya dengan alat bantu dengar atau implantasi koklea
3. Tuli campuran

Pemeriksaan pendengaran apa yang bisa dilakukan?
Pemeriksaan pendengaran yang dapat dilakukan pada anak untuk mengetahui adanya gannguan pendengaran adalah:
1. Behavioral Observation Audiometry (BOA) yaitu mengamati perubahan tingkah laku anak pada respon terhadap adanya stimulasi suara
2. Visual Reinforcement Audiometry (VRA) yaitu mengamati perubahan tingkah laku anak pada respon terhadap adanya stimulus suara dan bila memberikan respon ditunjukkan dengan hadiah berupa mainan
3. Play Audiometry yaitu pemeriksaan pendengaran dengan menggunaan audiometer yang dilakukan sambil bermain
4. Timpanometri untuk mengetahui fungsi telinga tengah
5. Otoacoustic emission (OAE) menilai fungsi rumah siput secara objektif, tidak invasif , aman, cepat akurat
6. BERA (Brainstem Evoked Response Audiometry) menilai respon elektrofisiologis saraf pendengaran ampai batang otak secara objektif, tidak infasif,aman, sensitif,tidak tergantung kondisi pasien

Gangguan pendengaran akan menyebabkan gangguan perkembangan anak dalam berbicara dan bahasa. Pemeriksaan pendengaran harus dilakukan sedini mungkin, didiagnosa sebaiknya sebelum 3 bulan. Bila terdapat gangguan pendengaran, intervensi dilakukan sebelum usia 6 bulan sehingga saat usia anak 3 tahun kemammpuan bicaranya mendekati anak normal. Keberhasilan program rehabilitasi anak dengan gangguan pendengaran sangat tergantung pada peran orang tua. Dengan pemeakian alat bantu dengar yang sesuai, implantasi koklea atau habilitasi yang tepat anak yang mengalami gannguan pendengaran dapat mendengar, berbicara dan berkomunikasi verbal.

(poli audiologi RSUD Dr.Soetomo,surabaya)

Tuesday, April 20, 2010

kanker lidah

kanker lidah merupakan salah satu jenis kanker rongga mulut yang sering dijumpai di poliklinik THT-KL, gejala awalnya berupa sariawan yang lama dan tidak sembuh dengan pengobatan umum untuk sariawan,punya gejala seperti itu?