Saturday, August 28, 2010

ototoksisitas aminoglikosida



PENDAHULUAN
Beberapa obat dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur telinga dalam, termasuk koklea, vestibulum, semisirkular kanal, dan otolit, dianggap sebagai ototoksik. Obat dapat menginduksi struktur pendengaran dan sistem keseimbangan yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan pendengaran, tinitus dan pusing. Gangguan pendengaran akibat toksisitas kadang bersifat sementara tetapi kebanyakan bersifat menetap pada sebagian besar golongan aminoglikosida.1
Beberapa negara berkembang, antibiotik dapat dipeoleh dengan mudah sehingga angka kejadian ketulian karena obat dapat mencapai 66 % tergantung dari golongan obat dan dosis serta 33 % terjadi perubahan audimetri, toksisitas vestibulum juga mencapai 4 % pasien dewasa. Angka kejadian toksisitas mungkin akan menurun karena teknik monitor yang semakin berkembang dan adanya kesadaran yang tinggi akan resiko ototoksik. 1
Penelitian retrospektif yang dilakukan oleh Black et al. dari 33 pasien yang diteliti dengan vestibulotoksisitas karena gentamisin, didapatkan semua pasien mengalami gangguan keseimbangan, 32 pasien mengalami oscillopsia, 23 pasien mengalami tinitus, semua pasien mengalami tanda-tanda ototoksisitas setelah terapi 1-3 minggu. 2
Pada penulisan ini akan dibahas anatomi, fisiologi telinga dalam, penggunaan klinis, farmakokinetik aminoglikosida, patofisiologi ototoksisitas, gejala klinik, pemeriksaan audiometri, dan pencegahan ototoksisitas
1. Anatomi Telinga Dalam
Bagian utama telinga dalam terdiri dari dua yaitu koklea sebagai organ pendengaran, vestibulum dan kanalis semisirkularis sebagai organ keseimbangan.3
1.1 Ruang Cairan
Labirin terdiri dari dua bagian , satu bagian berada di dalam bagian lainnya. Bagian pertama adalah labirin tulang yang terdiri dari vestibulum, kanalis semisirkularis dan koklea, vestibulum dan koklea berisi cairan yang dinamakan perilimfe. Bagian kedua adalah labirin membran yang terdiri dari sakulus, utrikulus, duktus semisirkularis dan duktus koklearis (skala media). Labirin membran adalah struktur duplikat dari labirin tulang dan berisi cairan yang dinamakan endolimfe.4,5
Endolimfe adalah cairan yang memiliki komposisi ion mirip dengan cairan intraseluler dan mengisi membran auditorius dan labirin vestibularis. Endolimfe dibentuk oleh sel-sel sekret pada stria vaskularis dan oleh sel-sel gelap di dekat akhir dari krista ampularis pada duktus semisirkularis dan dinding utrikulus. Endolimfe diabsorbsi pada sakus endolimfatikus. Komposisi cairan ini adalah tinggi kalium dan rendah natrium. Perilimfe berbeda dengan endolimfe,perilimfe memiliki komposisi ion mirip dengan cairan ekstraseluler, rendah kalium dan tinggi sodium.6
Perbedaan kedua cairan ini penting untuk menciptakan arus listrik yang kuat disekitar organ dan mengakibatkan pembentukan impuls saraf pada sel rambut unit neuron aferen.6
1.2 Sistem Auditorius
Telinga dalam berada pada bagian petrosa tulang temporal, terdiri dari dua organ vestibularis dan koklea sebagai organ auditorius. Peran utama dari koklea adalah fungsi transduksi, yaitu merubah getaran mekanis menjadi impuls saraf yang dapat dibaca oleh jaras pendengaran pusat menuju otak. Sel-sel reseptor yang mengirimkan pesan ini yaitu sel-sel rambut dalam dan sel-sel rambut luar berada di dalam organ Corti yaitu pada membran basilaris.7
1.2.1 Koklea
Bentuk koklea seperti keong dengan tabung tulang panjang 35 mm dan dibagi menjadi skala vestibularis, skala media dan skala timpani. Skala vestibularis dan skala timpani berisi perilimfe. Skala media terdiri dari membran Reissner, membran basilaris, lamina spiralis dan dinding lateral yang berisi endolimfe. Duktus koklearis dan struktur di dalamnya menempati bentukan keong dengan 2 ½ sampai 2 ¾ putaran (gambar 1). Koklea memiliki volume 0.2 mililiter. Dalam ruangan ini terdapat 30 000 sel rambut yang menerima dan mengirimkan getaran suara menjadi impuls saraf (transduksi) dan terdapat 19 000 serabut saraf yang mengirim impuls saraf tersebut menuju otak. 3,8,9
Energi akustik yang masuk ke dalam koklea melalui tingkap lonjong diterima oleh perilimfe pada skala vestibuli. Skala vestibuli berhubungan dengan perilimfe skala timpani melalui pembukaan kecil di apeks dari koklea yang dinamakan helikotrema.6,8,9
Jaringan yang paling penting dari koklea yang menjadi lokasi sel-sel reseptor sensoris adalah jaringan membran pada skala media, ruang ini juga dinamakan duktus koklearis.10


Gambar 1. Potongan melintang koklea.3
Duktus koklearis dibagi menjadi tiga regio, yaitu:
a. Membran Reissner yang membentuk batas antara skala media dan skala vestibuli
b. Dinding lateral, struktur yang tersusun didalamnya adalah ligamen spiralis, stria vaskularis, prominensia spiralis dan sulkus eksternal
c. Membran basilaris dan lamina spiralis pars osseus yang berada diantara skala media dan skala timpani, termasuk didalamnya sel-sel Claudius, sel-sel Boettcher dan organ Corti. Di dalam organ Corti terdapat sel-sel Hensen, sel-sel Deiters, sel-sel pilar, sel-sel batas dalam, sel-sel rambut luar dan sel-sel rambut dalam, sulkus dalam dan limbus spiralis, yang berisi sel-sel interdental dan membran tektorial. Medial dari lamina spiralis pars osseus terdapat kanalis Rosental yang berisi ganglion spiralis dan berhubungan dengan modiolus.10
1.2.2 Organ Corti
Organ Corti berisi epitel sensoris untuk pendengaran, yang terdiri dari sel-sel rambut dan sel-sel pendukung. Serabut aferen dari saraf auditorius dan serabut eferen dari berkas kokleoolivarius memasuki organ Corti dari bawah membran basilaris dan mensarafi sel-sel rambut. Sel-sel sensoris tersebut terdiri dari dua jenis yaitu sel-sel rambut dalam dan luar, karena posisi sel-sel tersebut relatif lebih proksimal dari saluran organ Corti . Setiap sel memiliki berkas stereosilia yang berdiri pada permukaan apeks (gambar 2).11


Gambar 2. (A) Potongan melintang sel rambut luar. (B) Potongan melintang sel
rambut dalam.11
Sel-sel pendukung yang terdapat di dalam organ Corti adalah Deiters, Hensen, Claudius and Boettcher, sel-sel batas dalam, sel-sel falangeal dalam, pilar dalam dan luar dan sel-sel sulkus luar. Duktus koklearis terdiri dari resesus koklearis dari vestibulum dan berakhir pada sekum kupula pada apeks.11
Duktus koklearis berbentuk triangularis didalam koklea pars oseus dan dibagi menjadi tiga ruang yang berbeda yaitu skala media (duktus koklearis), skala vestibuli (terdapat membran Reissner) dan skala timpani (di dekat membran basilaris). Skala media berisi endolimfe dan skala timpani dan vestibuli berisi perilimfe. Lantai dari duktus koklearis adalah membran basilaris dan atapnya adalah membran Reissner yang membagi skala media dan skala vestibuli. Membran Reissner memiliki dua lapisan yaitu lapisan tunggal dari sel-sel penghubung yang berhadapan dengan skala vestibuli dan lapisan tunggal sel-sel penghubung yang berhadapan dengan skala media (gambar 3)3,12.Kedua lapisan sel-sel ini direkatkan oleh ikatan yang kuat yang berfungsi mencegah pencampuran bebas endolimfe dan perilimfe.11

Gambar 3. Bagian-bagian Organ Corti.3

Organ Corti terletak di atas membran basilaris dan di bawah membran tektorial. Ketika membran basilaris bergerak ke atas dan ke bawah, membran tektorial menyentuh sepanjang organ Corti. Hal ini menyebabkan silia yang ada diatas sel-sel rambut menempel. Saat itulah saraf menempel pada sel-sel rambut dan merekam gelombang suara dari koklea. Organ Corti dapat merekam getaran dengan berbagai level berbeda di sepanjang koklea. Terdapat sekitar 30 000 sel-sel rambut yang dapat mengukur secara tepat gerakan yang ditimbulkan getaran koklea.12
1.3 Sistem Vestibularis
Sistem vestibularis terdiri dari lima organ di dalam telinga dalam, yaitu tiga kanalis semisirkularis, sakulus dan utrikulus (sakulus dan utrikulus membentuk vestibulum). Kanalis semisirkularis bertanggung jawab untuk deteksi gerak rotasi (angular acceleration), sebaliknya sakulus dan utrikulus bertanggung jawab pada gerak linier (straight line acceleration) dan gravitasi (gambar 4).3,13

Gambar 4. Sistem vestibular3
Organ vestibularis terdiri dari ruangan yang berisi cairan sama dengan koklea sebagai organ auditorius seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, yaitu cairan endolimfe pada ruang endolimfatik dan cairan perilimfe pada ruang perilimfatik. Sistem vestibularis yang sehat tergantung pada keadaan ruang-ruang cairan ini.13
1.3.1 Kanalis Semisirkularis
Kanalis semisirkularis terletak lebih ke posterior dan superior dari sistem vestibularis, terdiri dari tiga bagian yaitu lateral, superior dan posterior. Ketiganya terbentuk dalam tiga ruangan yang satu bersinggungan dengan yang lain. Sensasi berputar pada gerak kepala atau akselerasi sudut berinteraksi dengan leher dan mata untuk memelihara orientasi saat gerak berputar. Jika melakukan stimulus sederhana dengan air dingin dan hangat dapat menyebabkan gangguan vertigo.14
Di dalam kanal tulang terdapat kanal membran dan diantaranya terdapat perilimfe. Struktur reseptor, yaitu krista ampularis berlokasi pada akhir kanal membran (ampula). Setiap krista terdiri dari tersusun dari sel-sel rambut dan sel-sel sustentakular yang dikelilingi oleh partisi gelatin (kupula) yang menutup ampula. 4
1.3.2 Sakulus dan Utrikulus
Sakulus dan utrikulus berlokasi pada posterior dan profundus pada akhir dasar koklea serta bertanggung jawab pada akselerasi linier dan sensasi posisi.. Struktur ini seperti koklea juga berisi sensor sel-sel rambut, tapi berfungsi pada penerimaan stimulasi untuk posisi daripada gelombang suara. Otolith adalah kristal mikroskopis yang menempel pada jeli diatas reseptor sel-sel rambut. Otolith juga disebut otokonia atau debu telinga (ear dust), berukuran antara 3 sampai 9 μm pada manusia dan lebih gelap dari endolimfe dan tersusun dari kalsium karbonat. Struktur ini bergeser dengan perubahan posisi, yang kemudian mengikat dan menstimulasi sel-sel rambut, mengirimkan informasi elektris ke batang otak melalui bagian vestibularis dari saraf kranial ke delapan.4,14
1.4 Aliran Darah Telinga Dalam
Koklea mendapat suplai darah dari arteri labirintin, berasal dari arteri serebelum anterior inferior akhir dari arteri basilaris. Pada arteri ini mengikuti saraf kranial ke delapan pada meatus auditorius internus yang menjadi akhir dari arteri vestibularis anterior menuju aparatus vestibularis. Semakin dalam ke meatus auditorius internus arteri labirintin bercabang-cabang dan membentuk tiga cabang. Pertama arteri vestibular-koklearis yang mensuplai bagian-bagian koklea, yaitu sakulus, utrikulus, duktus posterior dan akhir dari koklea. Kedua arteri vestibularis anterior yang mensuplai darah pada duktus semisirkularis, utrikulus dan sakulus. Ketiga adalah arteri koklearis yang memasuki arteri spiralis modiular (modialus) yang mensuplai darah kolateral dari koklea. Arteri labirintin adalah arteri akhir dengan sedikit sekali atau bahkan tidak ada suplai darah kolateral ke koklea. 6,15
Vena spiralis posterior atau vena koklearis inferior berjalan di sepanjang skala timpani untuk keluar melalui aquaduktus koklearis pada saluran yang terpisah dan memasuki sinus petrosus inferior. Sistim pengeluaran labirin dilakukan oleh sistim vena yang paralel dengan sejumlah sistim arteri. Vena vestibularis anterior dan posterior menjadi sistim pengeluaran pada duktus ampularis posterior seperti pada sakulus, utrikulus dan duktus ampularis superior. Gabungan vena-vena ini berkumpul pada akuaduktus koklearis. Vena dari duktus semisirkularis dan badan utrikulus membentuk vena pada akuaduktus vestibularis yang berjalan sebagai vena akuaduktus paravestibularis. Vena ini berjalan bersama dengan duktus endolimfatik menuju sakus endolimfatik dan berakhir pada sinus sigmoid.6
2. Fisiologi Telinga Dalam
2.1 Fisiologi Koklea
Getaran suara dihantarkan lewat liang telinga dan telinga tengah ke telinga dalam melalui stapes, menimbulkan suatu gelombang berjalan di sepanjang membran basilaris dan organ Corti. Hal ini berakibat membengkoknya stereosilia oleh kerja pemberat membran tektoria. Organ Corti melepaskan agen kimia ketika getaran suara dari stapes mengaktifkan sel-sel rambut. Kemudian timbul depolarisasi sel rambut dan menciptakan potensial aksi pada serabut-serabut saraf pendengaran yang melekat padanya. Disinilah gelombang suara mekanis diubah menjadi energi elektrokimia agar dapat ditransmisikan kepada saraf auditorius.16,17



2.2 Fisiologi Organ Vestibularis
2.2.1 Makula
Makula adalah organ otolitik yang bertanggung jawab terhadap akselerasi linier. Anatomi makula adalah datar oval yang diliputi oleh sel-sel rambut di permukaannya. Stereosilia dari sel-sel rambut bergerak ke depan dan menempel pada membran otolitik yang bergelatin dan berisi kristal kalsium karbonat yang disebut otokonia. Otokonia memiliki kekentalan lebih daripada air, sehingga ketika sudut kepala dipindahkan dari satu sisi ke sisi lain, gaya gravitasi menyebabkan gaya tarik menarik antara membran otolitik dan permukaan makula. Hasilnya adalah pengikatan pada stereosilia. Defleksi dari stereosilia menyebabkan saluran transduksi terbuka dan terjadilah depolarisasi sel-sel rambut. Defleksi stereosilia kearah depan dan membuat stereosilia memendek menyebabkan saluran transduksi tertutup dan sel-sel mengalami hiperpolarisasi.18,19
2.2.2 Utrikulus dan Sakulus
Utrikulus dan sakulus bekerja pada pengkode dua arah karena ada sel-sel rambut yang memiliki orientasi pada kedua arah di sepanjang permukaan, sehingga makula tunggal dapat memproduksi sinyal inhibitor dan eksitasi dengan perubahan posisi kepala. Striola didefinisikan sebagai bagian yang tipis pada pusat membran otolit dari utrikulus dan bagian yang tebal pada sakulus. Hal ini secara umum menggambarkan daerah epitel sensorik yang membagi sel-sel rambut yang berada pada satu sisi terhadap sisi berlawanannya. Baik utrikulus ataupun sakulus keduanya mempunyai posisi yang sedikit melengkung. Informasi dua dimensi tersebut dapat dideteksi oleh satu organ otolitik saja karena distribusi posisi sel-sel rambut pada kumpulan stereosilianya menyebar kesegala arah.18,19
2.2.3 Sel-sel Rambut
Sel-sel rambut mempunyai mekanisme pengaturan awal, yang sangat penting terutama pada organ-organ otolitik. Pada saat posisi gerakan kepala stabil, sel-sel rambut stereosilia akan mengalami defleksi dan terjadi gaya potensial reseptor di dalam sel. Namun, setelah beberapa detik kemudian, gaya potensial intraselular sebagiannya akan kembali ke level normalnya, yang disebut adaptasi. Proses tersebut memudahkan sel –sel rambut untuk berespon terhadap perubahan posisi kepala selanjutnya dibanding hanya diam tanpa respon pada posisi defleksi penuh. Penggerak aktin-miosin didalam stereosilia diduga akan teraktivasi sedemikian rupa yang menjaga hubungan antar stereosilia didekatnya lebih erat.18,19
2.2.4 Kanalis Semisirkularis
Ampula kanalis semisirkularis bertanggung jawab dalam merasakan gerakan kepala menoleh (akselerasi angular). Ampula kanalis semisirkularis mengandung krista, yang mempunyai bentuk yang menyerupai pelana kuda. Sel-sel rambutnya terdapat di atas permukaan krista. Stereosilianya menonjol keatas permukaan krista dan kedalam jaringan gelatineous yang disebut kupula. Saat kepala bergerak menoleh, inersia endolimf didalam kanalis semisirkularis akan menyebabkan pergerakan kupula, menimbulkan defleksi sel-sel rambut stereosilia dan menstimulasi transduksi. Ketiga kanalis semisirkularis (lateral, superior, dan posterior) tegak lurus terhadap satu sama lainnya sehingga menghasilkan sinyal-sinyal sensorik dari setiap rotasi kepala yang terjadi.18,19
Di dalam organ otolitik dan kanalis semisirkularis terdapat dua tipe sel-sel rambut yang berbeda, tipe I dan tipe II. Secara fisiologis, sel-sel tersebut mempunyai fungsi yang berbeda, meskipun keduanya merupakan sel-sel mekanoreseptor yang mengubah posisi kepala dan mengirimkan informasinya ke otak.18

3. Penggunaan Klinis Aminoglikosida
Aminoglikosida merupakan antibiotik terdepan sebagai anti mikroba bakterisidal. Antibiotik ini menyerang bakteri dari berbagai sisi. Sebagai tahap awal, kation aminoglikosida berikatan dengan anion pada membran kuman gram negatif , sehingga dapat menyebabkan kerusakan fungsi permeabilitas dinding sel. Obat ini akan masuk ke dalam sel bakteri dan menyebabkan peningkatan konsentrasi intra seluler dengan suasana yang alkalis, sehingga menambah daya efek obat ini. Tahap kedua dan sangat penting adalah aminoglikosida merusak sintesis protein bakteri dengan mengikat subunit 30S ribosom yang menyebabkan kesalahan pembacaan kode genetik dan menghambat terjadinya translokasi, sehingga pemanjangan rantai asam amino menjadi rusak dan menyebabkan kematian bakteri.20
Aminoglikosida dapat membunuh bakteri dengan cepat dan efisien apaibila pemberian obat dalam konsentrasi yang tinggi dan dapat diberikan sehari sekali.1
Streptomycin merupakan turunan dari Streptomyces griseus, bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman, khususnya pengikatan pada ribosom 16S rRNA, yang diintervensi dengan pengikatan formyl-methionyl-tRNA pada subunit 30S, selanjutnya menghambat sintesis protein.20,21
Kanamisin dan tobramisin mengikat ribosom 30S dan mencegah keterlibatan subunit 50S selama proses sintesis protein, ia mempunyai efek bacterial dengan menumpuk sitoplasma dan menyebabkan pecahnya subunit 30S.21
Aminoglikosida dapat membunuh kuman patogen gram negatif termasuk bakteri saluran cerna (Escherchia coli, Klebsiella spp, Enterobacter spp, Proteus spp, Serratia spp, dan Pseudomonas spp). Streptomisin merupakan aminoglikosida yang paling aktif membunuh mikobakterium tuberkulosis, sementara amikasin membunuh kuman nontuberkulosa, streptomisin juga merupakan pilihan utama dalam membunuh kuman Yersinia pestis. Gentamisin dan tobramisin lebih aktif melawan Serratia dan P. aeroginosa. Spektinomisin digunakan pada Neisseria gonorrhoeae, kanamisin membunuh kuman gram positif termasuk stapilokokus yang resisten terhadap penisilin.1,20,21

4. Farmakokinetik Aminoglikosida
Aminoglikosida memasuki telinga dalam dengan cepat setelah pemberian melalui parenteral. Obat ini dapat ditemukan pada telinga dalam beberapa menit setelah pemberian dan mencapai masa stabil pada 30 menit sampai 3 jam, adanya akumulasi aminoglikosida pada telinga dalam menjadi penyebab kerusakan struktur pendengaran. Aminoglikosida tetap berada pada telinga dalam walaupun aminoglikosida dalam serum sudah tidak ada. Walaupun half-life aminoglikosida pada serum 3-5 jam, obat ini tetap berada pada cairan telinga dalam sampai beberapa bulan setelah terapi.22
Aminoglikosida dapat ditemukan pada sel rambut koklea dan sedikit berada pada sel pendukung membran basilar serta dinding lateral. Pada sel rambut, aminoglikosida yang tampak akan dihantar ke dalam struktur lisosom pada permukaan apikal,karena cocok dengan reseptor endositotik.22
Alat transport aminoglikosida belum diketahui dengan pasti, megalin merupakan alat transport aminogliosida di tubulus ginjal, ditemukan pada duktus koklea, termasuk dinding lateral, namun tidak ditemukan pada sel rambut luar, yang merupakan target organ dari aminoglikosida.22

5. Patofisiologi Ototoksisitas Aminoglikosida
5.1 Patologi Ototoksik
Ototoksisitas aminoglikosida dapat terjadi pada koklea atau vestibulum dan bisa pada keduanya. Kerusakan sel- sel sensori pada koklea yang tidak dapat regenerasi lagi, utamanya pada sel- sel rambut luar pada basal koklea lalu menyebar ke apeks. Sel- sel rambut dalam mengalami degenerasi kemudian secara perlahan- lahan, selanjutnya mempengaruhi bagian lain dari koklea termasuk stria vaskularis dan sel- sel spiral ganglion, hal ini terjadi terutama karena pengaruh ototoksik yang berat. Pada sistem vestibular, kelainan sel- sel rambut dimulai dari apeks krista ampularis kemudian menyebar ke perifer reseptor vestibular.23
Kerusakan utama ototoksik aminoglikosida terjadi pada basal koklea, sehingga gejala klinis yang pertama kali muncul adalah adanya gangguan pendengaran pada frekwensi tinggi. Kesulitan untuk mendeteksi lebih awal keadaan ini karena pemeriksaan audiometri yang tidak rutin dilakukan pada frekwensi tinggi dan ganguan persepsi bicara akan terjadi pada toksisitas yang berat berupa gangguan pendengaran pada frekwensi percakapan. Kerusakan vestibular kadang kala sulit untuk dideteksi karena adanya kemampuan kompensasi visual.23

5.2 Mekanisme Ototoksik
Aminoglikosida yang berada pada cairan endolimfe dan perilimfe akan masuk ke organ corti melalui beberapa cara. Salah satu jalan utamanya melalui pintu transduksi yang didasarkan pada fakta bahwa aminoglikosida akan lebih ototoksik ketika distimulasi secara akustik, cara yang lain adalah melalui transport obat yang besar melalui jalur endositosis yang akan menghantarkan obat ke lisosom.24,25
Reactive oxygen species (ROS) atau radikal bebas, merupakan penyebab utama terjadinya ototoksisitas aminoglikosida. ROS merupakan bagian dari sel normal fisiologi yang berada pada semua sel, berupa sel pada lefel rendah yang akan selalu diimbangi oleh antioksidan intrinsik dan enzim antioksidan. Namun, ketika produksi ROS berlebih dapat terjadi kerusakan jaringan yang luas dan dapat membuka jalan kearah kematian sel. ROS dipercaya menyebabkan terjadinya apoptosis dan nekrosis sel rambut, tahapan terjadinya kematian sel, dimulai dari masuknya aminoglikosida ke dalam sel rambut luar melewati transduser mekano-elektrikal selanjutnya terbentuk komplek aminoglikosida dan besi yang bereaksi dengan donor elektron seperti asam arahidonat membentuk ROS, seperti superoksida, radikal hidroksi, dan hidrogen peroksida kemudian mengaktifkan c Jun N terminal kinase (JNK) yang akan mentranslokasi nukleus untuk mengaktifkan gen pada sel yang mengalami kematian, gen ini kemudian translokasi ke mitokondria menyebabkan lepasnya sitokrom yang akan memicu terbentuknya apoptosis (gambar 5). Salah satu jalan yang diaktifasi oleh aminoglikosida melalui ROS adalah JNK dan berkontribusi terhadap terbentuknya apoptosis. Salah satu target JNK adalah membentuk faktor transkripsi, aktifasi protein -1. Terapi dengan gentamisin meningkatkan aktifasi protein- 1 di koklea pada sel rambut luar. Aminoglikosida dapat membentuk kompleks dengan besi dan memperbesar formasi katalis besi yang berasal dari asam lemak tak jenuh.22,24,25.
Kerusakan sel- sel rambut pada koklea akan diganti oleh sel pendukung tanpa adanya proses inflamasi dan ini menandakan adanya proses apoptosis, walaupun pada beberapa peneliti menyebutkan bahwa proses nekrosis dapat terjadi juga pada ototoksisitas aminoglikosida dalam jumlah yang sedikit sekali.24,25











Gambar 5. Kematian sel pada ototoksisitas aminoglikosida.25
Permeabilitas round window membrane (RWM) merupakan faktor yang sangat penting pada terjadinya ototoksisitas aminoglikosida topikal. Faktor substansi seperti ukuran molekul, konfigurasi,konsentrasi, dan kelarutan dalam lemak. Substansi dengan berat molekul lebih dari 1 000 seperti gentamisin, streptomisin,neomisin, ditransportasi melewari RWM pada waktu yang pendek. Dipahami bahwa selama adanya infeksi telinga tengah, ditemukan adanya edem mukosa, mikroorganisme,dan cairan yang akan menutup RWM sehingga dapat menghambat terjadinya absorpsi obat topikal. Namun, bila infeksinya sembuh dengan terapi ini, RWM menjadi lebih permeabel pada telinga tengah yang normal, yang mana akan meningkatkan terjadinya ototoksik topical, bila pemberian obat tetes aminoglikosida masih terus diberikan.22,24,25
Ototoksisitas vestibular terjadi karena kerusakan struktur dan fungsi sel rambut labirin oleh obat ototoksik juga mempengaruhi saraf vestibular dan sistem saraf sentral. Toksisitas vestibular menyebabkan kerusakan sel rambut pada apeks dari krista dan striolar makula. Kerusakan sel rambut ini menyebar ke perifer reseptor vestibular, dan melanjukan kerusakan pada membran otokonial dan struktur otolit.24,25

6. Gejala Klinik
Gejala dini gangguan pendengaran pada ototoksisitas aminoglikosida sulit dikenali oleh pasien karena hanya bermanifestasi pada frekwensi tinggi. Pada keadaan lanjut akan mempengaruhi frekwensi percakapan dan ketuliannya akan semakin berat jika penggunaan obat ini diteruskan.1,20,25
Gejala toksisitas vestibulum secara sistemik berupa gangguan keseimbangan dengan gejala dan tandanya adalah ataksia (kehilangan koordinasi otot) dan oscillopsia ( pandangan kabur dengan pergerakan kepala) tanpa adanya riwayat vertigo sebelumnya, menyebabkan kesulitan melihat tanda lalu lintas ketika mengendarai kendaraan atau mengenali wajah orang ketika berjalan.1,20,25

7. Pemeriksaan Audiometri
Pemantauan dengan menggunakan audiometri adalah untuk mengetahui lebih awal adanya ototoksik karena obat ini, sehingga dapat dipututuskan penanganan selanjutnya, selain itu juga untuk tetap menjaga komunikasi dengan pasien dan keluarganya untuk membantu memantau efek samping yang mungkin terjadi pada penggunaan obat ini serta memberikan bantuan semaksimal mungkin bila hal ini terjadi.1,26
Dewasa ini terdapat tiga pendekatan yang digunakan untk memantau terjadinya ototoksik yaitu audiometri nada murni, audiometri frekwensi tinggi dan otoacoustic emission.1,26
7.1 Audiometri Nada Murni
Pemeriksaan dengan menggunakan audiometri nada murni, bukanlah dilakukan untuk mengetahui adanya ototoksik lebih awal, tetapi untuk mengetahui fungsi pendengaran secara umum pada frekwensi percakapan, walupun jarang diketemukan, ototoksik bisa terjadi pada frekwensi pertengahan dan untuk mendeteksinya adalah dengan audiometri ini.1,26
Frekwensi yang digunakan pada audiologi dasar ini adalah 250-8 000 Hz, merupakan kisaran frekwensi percakapan normal. Juga dilakukan untuk mengetahui adanya air-bone gap dan melakukan pemeriksaan timpanometri. Adanya air bone gap lebih dari 10 dB menunjukan adanya kelainan konduksi pada sistem pendengarannya, sedang timpanometri dilakukan unutk mengetahui adanya kelainan ditelinga tengah.1,26
Pada evaluasi dasar ini, dianjurkan kepada pasien untuk menghindari paparan dengan lingkungan bising selama beberapa bulan, karena dapat menyebabkan terjadinya ototoksisitas eksaserbasi akut.1,26
Berdasarkan kriteria the American Speech-Language-Hearing Association
(ASHA) terdapat tiga kriteria untuk mencurigai adanya ototoksik yaitu pertama,adanya penurunan 20 dB pada satu frekwensi, kedua , adanya penurunan 10 dB pada dua frekwensi yang berdekatan, ketiga, adanya kehilangan respon pada tiga frekwensi.1,26
7.2 Audiometri Frekwensi Tinggi dan Otoacoustic Emission
Audiometri frekwensi tinggi dilakukan pada frekwensi diatas 8 000 Hz, pada frekwensi yang lebih tinggi lagi berada pada 10 000 Hz- 20 000 Hz, dapat digunakan untuk mendeteksi adanya ototoksisitas aminoglikosida, sebelum terjadinya gangguan pada frekwensi konvensional. Tes ini dapat mendeteksi adanya kelainan dini pada ototoksisitas karena perubahan awal yang terjadi pada basal organ Corti, merupakan area frekwensi tinggi.1,26
Prosedur tes yang dilakukan yaitu hampir sama dengan frekwensi konvensional, namun karena tidak umum digunakan maka tidak ada standar khusus mengenai hal ini.1,26
Otoacoustic Emission (OAEs) adalah merupakan pilihan lain untuk memonitor adanya suatu ototoksik. OAEs ini menangkap sinyal akustik yang dihasilkan oleh sel- sel rambut pada koklea, yang ditransmisikan dari koklea ke telinga tengah diteruskan ke meatus akustikus eksternus, dapat dideteksi dan direkam dengan menggunakan mikrofon yang sensitif dengan suara rendah. OAEs in terdiri dari dua yaitu Transien OAEs (TOAEs) dan Distorsion OAEs (DOAEs), keduanya direspon oleh stimulus akustik. TOAEs ditimbulkan oleh respon dari koklea secara umum, sementara DOAEs ditimbulkan oleh respon bunyi yang simultan. Pada frekwensi rendah dan frekwensi tinggi. OAEs ini akan terjadi perubahan apabila adanya kelainan pada frekwensi tinggi, dan ini dijadikan dasar untuk pemeriksaan ototoksisitas.1,26

8. Pencegahan
Pencegahan ototoksik aminoglikosida melalui monitoring ketat level obat dalam serum dan fungsi ginjal harus baik sebelum, selama dan setelah terapi. Cara lain adalah dengan mengukur fungsi audiometri sebelum terapi. Pengamatan setiap hari dapat mengurangi kejadian ototoksik dan harus disadari kapanpun bisa terjadi hal seperti ini.,1,24
Anti radikal bebas dapat melindungi diri dari ototoksisitas yang dapat disebabkan oleh aminoglikosida termasuk deferoksamin, 2,3 dihidroksi benzoate, asam alpa lipid,D-methionin.24
Selalu dapat mengidentifikasi faktor resiko terbesar dari pasien dan memilihkan antibiotik yang tepat. Karena aminoglikosida masih tertinggal di koklea dalam waktu lama setelah terapi dihentikan, maka harus disampaikan kepada pasien untuk menghindari lingkungan yang bising selama 6 bulan sesudah terapi.1,24

RINGKASAN
Beberapa obat dapat menyebabkan reaksi toksik pada struktur telinga dalam. Obat dapat menginduksi struktur pendengaran dan sistem keseimbangan yang dapat menyebabkan terjadinya kehilangan pendengaran, tinitus dan pusing.
Pemahaman tentang anantomi dan fisiologi telinga dalam akan mempermudah memahami tentang perubahan patologis pada ototoksisitas aminoglikosida.
Aminoglikosida merupakan antibiotik yang masih luas digunakan untuk kepentingan klinis, namun pada penggunaan aminoglikosida dengan dosis yang berlebihan atau penggunaan dalam waktu yang lama baik secara sistemik maupun topikal, akan menyebabkan perubahan secara permanen struktur telinga dalam utamanya pada sel- sel rambut luar organ Corti, dan selanjutnya akan mempengaruhi bagian lain dari organ Corti ini. Pada beberapa aminiglikosida juga dapat mempengaruhi sistem keseimbangan, yang juga bersifat permanen.
Adanya radikal bebas yang dipicu oleh induksi aminoglikosida ke telinga dalam, merupakan salah satu faktor yang sangat penting, menyebabkan terjadinya kematian sel- sel rambut luar yang tidak dapat diperbaharui.
Gejala dini dari ototoksisitas aminoglikosida berupa gangguan pendengaran pada frekwensi tinggi, akan sulit dideteksi oleh pasien, sehingga diperlukan pemeriksaan khusus berupa pemeriksaan audiometri.
Ototoksisitas aminoglikosida bersifat permanen baik berupa gangguan pendengaran maupun keseimbangan dan terapi untuk ini belum diketahui, sehingga upaya pencegahan merupakan hal yang mutlak, diantaranya monitoring ketat level obat, pemeriksaan audiometri sebelum dan setelah penggunaan obat dan penggunaan anti radikal bebas.