Tuesday, August 16, 2011

INFLAMMATORY PSEUDOTUMOR SINONASAL


PENDAHULUAN

Inflammatory pseudotumor didefinisikan sebagai lesi yang secara klinis dan radiologi menyerupai neoplasma, dengan peradangan kronis non spesifik yang luas. Tumor ini tidak memperlihatkan gambaran patologi anatomi secara khusus dalam satu kesatuan, tetapi berupa bentukan keradangan kronik non spesifik dan gambaran inflamasi yang luas.1,2

Beberapa ahli patologi memberikan klasifikasi berdasarkan asal kejadiannya seperti idiopatik, regeneratif post traumatik, embriologik, endokrin, iatrogenik dan infeksi. Inflammatory pseudotumor berbeda dengan neoplasma bukan hanya secara histologi tetapi juga secara klinis mempunyai sifat sembuh sendiri dan adanya kemungkinan untuk regresi spontan.1,3

Penyebab penyakit ini belum diketahui secara pasti, muncul sebagai massa yang progresif, dapat ditemukan dibeberapa lokasi. Lokasi yang sering ditemukan adalah paru, traktus urinarius dan saluran cerna. Pada regio kepala leher sering ditemukan di mata dan sedikit ditemukan pada mulut, orofaring, nasofaring, ruang parafaring, sinus paranasal, glandula saliva, laring, trakea, tiroid, otak dan tulang temporal.3

Secara makroskopis tampak massa berwarna putih, abu-abu atau kuning kecoklatan dan tanpa kapsul. Secara mikroskopis tampak jaringan fibrous dengan sel- sel inflamasi kronik serta adanya proliferasi fibroblas dan jaringan ikat.1,3

Tujuan penulisan makalah ini adalah melaporkan satu kasus inflammatory pseudotumor sinonasal serta penatalaksanaannya

LAPORAN KASUS

Tn AH, 59 tahun, datang di URJ THT-KL RSUD Dr. Soetomo (09-03-11) dengan keluhan timbul benjolan di pipi kiri sejak 5 bulan sebelumnya. Benjolan semakin lama bertambah besar, mudah berdarah bila membuka mulut atau terkena makanan padat. Pasien hanya bisa makan bubur. Terdapat riwayat cabut gigi sebelah kiri atas 1 bulan sebelum benjolan timbul. Hidung kiri buntu sejak satu tahun, kadang keluar ingus campur dara, Kadang terasa nyeri disekitar pipi. Tidak demam, tidak sakit kepala. Tidak ada riwayat diabetes, tidak merokok, tidak minum minuman keras, tidak ada riwayat trauma. Pada pemeriksaan fisik, keadaan umum cukup, tanda vital stabil, telinga dalam batas normal. Kavum nasi sinistra sempit, tampak massa warna kecoklatan dan mudah berdarah. Tampak massa dalam mulut ukuran 10 x 10 x 15 cm konsistensi kenyal sebagian rapuh mudah berdarah (gambar 1). Tidak ada pembesaran kelenjar kepala leher. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan Hb 8 mg%, lainnya dalam batas normal.

Gambar 1. Pasien AH, tampak pipi sebelah kiri bengkak dengan massa didalam mulut berwarna kecoklatan, konsistensi kenyal, sebagian rapuh mudah berdarah

Pada foto Waters didapatkan kesan gambaran massa di sinus maksila sinistra meluas ke etmoid dengan destruksi tulang sekitarnya (gambar 2).

Gambar 2. Foto Waters, tampak gambaran massa di sinus maksila sinistra

Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) dengan dan tanpa kontras, kesan tampak massa maligna sinonasal sinistra menyempitkan nasofaring dan orofaring, tidak ditemukan perluasan pada intra parenkim otak (gambar 3).




Gambar 3. MRI dengan dan tanpa kontras potongan aksial

Pemeriksaan multi slice computed tomography scanning (MSCT Scan) dengan dan tanpa kontras, ditemukan gambaran massa solid ekspansif dengan area nekrotik dan kalsifikasi disertai gas forming didalamnya ukuran 5,6 x 5,4 x 4,8 cm pada sinus maksila-etmoid kiri yang meluas ke kavum nasi kiri dan jaringan lunak mandibula kiri yang mendesak dan menyebabkan penipisan korteks tulang sekitarnya, meluas ke kavum orbita kiri dan nasofaring kiri, mendesak septum nasi ke sisi kanan dan mengisi dasar kavum oris kiri (gambar 4).




Gambar 4. MSCT Scan dengan kontras potongan koronal dan sagital

Pemeriksaan patologi anatomi telah dilakukan sebanyak delapan kali. Fine needle aspiration biopsy (FNAB) pertama (02-11-10) dilakukan di Malang, pada tumor ginggiva didapatkan hapusan sebaran sel-sel radang polymorphonuclear (PMN) disertai beberapa sel dengan inti atipik, mengesankan radang nonspesifik. Biopsi kedua (05-11-10) pada sinus maksila, kavum nasi sinistra dan palatum, didapatkan jaringan nekrotik dengan infiltrasi sel- sel radang PMN dan mononuclear (MN), bentukan rongga- rongga dengan perdarahan yang luas, serta jaringan berbentuk tonjolan berlapiskan epitel silindris bersilia, stroma meradang menahun, mengesankan radang menahun, tidak didapatkan tanda keganasan. Biopsi ketiga (16-11-10), tampak jaringan dengan perdarahan luas disertai jaringan ikat padat meradang menahun diffuse dilapisi epitel kavum nasi, mengesankan sebagai keradangan kronik tidak didapatkan tanda keganasan. Biopsi keempat (28-01-11) pada bukal, jaringan sela gigi rahang atas sinistra dan palatum, diperoleh jaringan nekrotik radang menahun, tidak didapatkan keganasan. Biopsi kelima (09-03-11) dilakukan di RSUD Dr Soetomo, pada kavum nasi sinistra, tampak potongan jaringan sebagian dilapisi epitel respirasi, dibawahnya tampak kelenjar seromukus dengan sebukan sel radang PMN, MN dan sedikit eosinofil, tidak tampak tanda keganasan, mengesankan radang kronik supuratif. Biopsi keenam (16-03-11) pada kavum oris sinistra, menunjukan potongan jaringan terdiri dari nekrotik luas dengan koloni mikroorganisme, tidak tampak jaringan sehat, dikesankan jaringan nekrotik. Pemeriksaan ketujuh dengan FNAB guiding CT scan (28-03-11), mengesankan suatu keradangan.

Berdasarkan gejala klinis, gambaran radiologi dan hasil patologi anatomi sebanyak tujuh kali, ditegakkan diagnosis kerja suatu tumor sinonasal kesan ganas.

Dilakukan operasi (03-05-11) berupa pengangkatan tumor pada sinus maksila, kavum nasi dan kavum oris dengan pendekatan maksilektomi medial (gambar 5). Mula-mula dilakukan pengangkatan tumor di kavum oris, dilanjutkan insisi Moure sebelah kiri sampai membelah bibir, tampak massa berwarna coklat kehitaman konsistensi padat kenyal dan sebagian rapuh (gambar 6) pada sinus maksila sampai kavum nasi dan meluas ke kavum oris melalui sulkus ginggivobukal sebelah kiri, dilakukan pengangkatan tumor sebanyak mungkin. perdarahan selama operasi sebanyak 700 ml



Gambar 5. Tampak garis insisi Moure

pada operasi maksilektomi medial


Gambar 6. Tampak massa berwarna coklat kehitaman konsistensi padat kenyal dan sebagian rapuh

Hasil pemeriksaan patologi anatomi pasca operasi, tampak potongan jaringan yang sebagian dilapisi epitel respirasi, stroma terlihat sembab dengan sebukan sel- sel radang limfosit, sel plasma, histiosit serta kelenjar sereus juga tampak daerah nekrotik luas, disertai hialinisasi, tidak tampak tanda keganasan, mengesankan suatu radang kronik supuratif non spesifik, tidak ada keganasan (gambar 7).

Gambar 7. Gambaran patologi anatomi pasca operasi berupa

keradangan supuratif kronik non spesifik

Berdasarkan hasil patologi anatomi pasca operasi dengan gambaran klinis yang ada dan gambaran radiologi, dibuat diagnosis sebagai inflammatory pseudotumor sinonasal.

Evaluasi dua minggu setelah operasi (18-03-11), pasien dapat makan dan minum dengan baik, tidak ada keluhan telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher, tampak luka jahitan sudah sembuh (gambar 8)

Gambar 8. Evaluasi dua minggu setelah operasi

DISKUSI

Lesi yang menyerupai neoplasma baik secara klinis maupun radiologi merupakan suatu inflammatory pseudotumor, telah dilaporkan dapat terjadi pada hampir setiap bagian dalam tubuh. Paling sering ditemukan di paru dan mata, namun jarang ditemukan di sinus maksila.4,5 Inflammatory pseudotumor pada sinus paranasal atau mulut lebih sering merupakan perluasan dari tumor utama di mata.2 Pada kasus ini pseudotumor berada pada sinus maksila yang meluas ke rongga mulut. Suatu studi memperlihatkan rasio laki-laki dibanding perempuan 1,5 banding 1, dengan rata- rata umur 33 tahun (bekisar 2-67 tahun).1

Inflammatory pseudotumor merupakan lesi dengan penyebab yang belum diketahui, namun demikian beberapa penulis berasumsi bahwa asal penyakit ini adalah segala sesuatu yang menyebabkan terjadinya stimulus inflamasi, adanya gangguan metabolisme atau merupakan interaksi antigen-antibodi yang tidak lagi dapat diidentifikasi dalam aspirasi atau bahan biopsi.2 Sumber inflamasi kasus ini tidak diketahui dengan pasti, kemungkinan setelah cabut gigi

Terdapat beberapa sinonim penyakit ini yaitu histiocytoma, xanthogranuloma, plasmocytic cell granuloma, and inflammatory myofibroblastic proliferation, hal ini didasarkan pada gambaran histologi yang terlibat. Histologi non spesifik memperlihatkan dua tipe sel yaitu miofibroblas dan sel inflamasi. Miofibroblas menampakan vimetin pada 99% kasus dan aktin 89-92 % kasus pada pemeriksaan imunohistokimia, selain itu juga memperlihatkan adanya desmin 69% dan sitokeratin 36%. Gambaran inflamasi terdiri dari limfosit, plasmosit dan granulosit dalam proporsi yang bervariasi. Sel- sel ini ditemukan bersamaan adanya edema jaringan ikat, dengan kapiler yang tipis.1,2 Ada juga yang membagi gambaran histologi inflammatory pseudotumor ini menjadi :(1) gambaran miksoid, vaskular dan daerah inflamasi yang luas;(2) terdapat sel spindle (sel jaringan ikat) yang diliputi oleh sel- sel inflamasi;(3) terdapat sel yang menyerupai kolagen.6,7 Kasus diatas ditemukan adanya sel kelenjar, sel- sel limfosit, sel plasma, sel histiosit, yang merupakan gambaran inflamasi kronik.

Berbagai macam temuan klinis pada pasien dengan inflammatory pseudotumor tergantung pada tingkat pertumbuhan lesi dan struktur yang terkena, seperti batuk kronis (sebagai akibat pertumbuhan endobronkial), batuk kering, demam, nyeri pleura, nyeri epigastrium dan gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, kelelahan dan sinkop. Gambaran klinis pseudotumor sinonasal nonspesifik dapat berupa nyeri atau adanya obstruksi nasal, perdarahan hidung, proptosis, bengkak pada hidung, wajah tidak simetri, pembesaran kelenjar limfe, disfagi atau disfungsi saraf kranial, adanya edema, eritema dan demam diakibatkan oleh sumber inflamasinya, namun demikian semua gejala ini tidak dapat digeneralisasi.2,4,8 Pada kasus ini gejala yang terlihat adalah obstruksi nasal, perdarahan hidung, wajah tidak simetri, tidak ada pembesaran kelenjar. Terdapat angka rekurensi sebesar 37% pada kasus inflammatory pseudotumor abdomen dan mediastinum.1,2

Tumor ini bersifat agresif secara lokal, sangat berlawanan dengan tumor jinak lainya. Temuan MSCT scan pada inflammatory pseudotumor maksila, memperlihatkan gambaran yang lebih agresif dibanding tumor yang berlokasi di mata. Gambaran jaringan lunak pada pseudotumor sinus maksila berupa erosi, remodeling, sklerosis dan penipisan tulang, menyerupai tumor ganas.8,9,10 Pada kasus ini didapatkan penipisan korteks tulang. Multipel biopsi sangat diperlukan dalam menegakkan diagnosis inflammatory pseudotumor untuk menghilangkan kemungkinan adanya tumor jinak dan ganas, penyakit kolagen, vaskulitis, infeksi.2,11 Telah dilakukan delapan kali biopsi dan hanya didapatkan keradangan kronis. Kelainan darah yang dapat menyertai berupa anemia, hypergammaglobulinemia dan increased hemosedimentation. Kasus ini hanya terdapat anemi.1,12

Penanganan inflammatory pseudotumor dengan cara pemberian kortikosteroid, pembedahan dan radioterapi. Pemberian kortikosteroid dosis tinggi memperlihatkan hasil yang baik pada lesi awal, namun pada keadaan lanjut dengan jaringan fibrous yang lebih banyak memberikan hasil yang kurang baik. Operasi merupakan pilihan utama untuk penanganan inflammatory pseudotumor sinonasal, dilanjutkan dengan pemberian kortikosteroid pada eksisi tumor yang tidak lengkap. Terapi radiasi diberikan bila dengan pembedahan dan terapi kortikosteroid tidak berhasil atau terdapat kontraindikasi.2,4,8,13 Pada kasus ini hanya dilakukan operasi pengangkatan pseudotumor semaksimal mungkin dengan pendekatan maksilektomi medial

Meskipun gambaran klinis dan radiologi inflammatory pseudotumor sinonasal menyerupai keganasan, namun mempunyai prognosis yang baik. Tidak ada laporan tentang perubahan transformasi secara histologi dari inflammatory pseudotumor menjadi undifferentiated sarcomatous atau menjadi limfoma.14

KESIMPULAN

Dilaporkan satu kasus inflammatory pseudotumor sinonasal dengan gejala klinis maupun gambaran radiologi menyerupai suatu keganasan. Telah dilakukan pemeriksaan jaringan berkali-kali dengan hasil keradangan kronik non spesifik. Tumor dapat dikeluarkan seluruhnya melalui operasi maksilektomi medial. Perlu evaluasi dengan waktu yang cukup lama (1-5 tahun) untuk mengetahui adanya kekambuhan.

No comments:

Post a Comment